Maila, (ANTARA News)- Pemerintah Filipina, Minggu menolak imbauan penghentian serangan-serangan militer terhadap gerilyawan MILF (Front Pembebasan Islam Moro) yang melancarkan serangan-serangan di wilayah selatan negara itu. Eduardo Ermita, sekretaris eksekutif presiden , mengatakan MILF harus bertanggungjawab atas serangan-serangan yang menewaskan 102 orang dan menyebabkan lebih dari 240.000 orang mengungsi. Ia mengatakan MILF harus mengendalikan para komandan gerilyawannya, yang menjadi kecewa gara-gara gagalnya penandatangan perjanjian perdamaian dengan pemerintah. "Para anggota mereka yang keras kepala adalah yang memulai serangan-serangan ini, yang menewaskan warga sipil yang tidak bersalah," katanya. "Adalah tugas angkatan bersenjata dan polisi untuk membantu keamanan dan perlindungan." Sekretaris pers Jesus Durez mengatakan gerilyawan MILF harus "mundur" dan mengizinkan pasukan pemerintah "menerapkan undang-undang" terhadap para gerilyawan yang melakukan serangan. "Jika itu tidak dilakukan, maka serangan pemerintah tidak akan dihentikan," katanya. Juru bicara MILF Murad Ebrahim , Sabtu mendesak pemerintah menghentikan serangan-serangan militer , dan memperingatkan bahwa operasi itu mengancam proses perdamaian. Ia juga menyerukan Malaysia-- yang menengahi perundingan perdamaian antara MILF dan pemerintah Filipina -- memulai kembali perundingan -perundingan untuk mengakhiri pertempuran. Kendatipun Ermita menegaskan bawa pemerintah Filipina masih tetap ingin melakukan perundingan perdamaian dengan MILF, ia mengatakan MILF harus menjamin bahwa para anggotanya tidak melakukan tindakan-tindakan kriminil. "Kami tidak membuang perundingan-perundingan tetapi membutuhkan satu mekanisme gencatan senjata yang layak yang kami harus ikuti," katanya. "Kami ingin melanjutkan perundingan -perundingan perdamaian tetapi tidak mengorbankan hukum kami," kata Dureza. "Kami telah melalui jalan panjang bagi perdamaian, tetapi tidak mengorbankan penduduk sipil yang tidak bersalah." MILF dan pemerintah Filipina menandatangani satu perjanjian gencatan senjata tahun 2003. Satu tim pemantau internasional berada di Mindanao sejak tahun 2004, tetapi mandatnya akan berakhir 31 Agustus . Kedua pihak harus menyetujui perpanjangan mandat tim pemantauan itu , yang kehadirannya di Mindanao membantu meredakan pertempuran antara pihak gerilyawan dan militer sebelum aksi kekerasan meletus baru-baru ini. Pertempuran di Mindanao meletus setelah Mahkamah Agung pada 4 Agustus melarang penandatangan satu perjanjian untuk memperluas sebuah wilayah otonomi wilayah Muslim yang sudah ada di Mindanao. Para gerilyawan MILF menyerang kota-kota, membakar rumah-rumah , menjarah perusahaan dan para pejabat pemerintah dan menyerang sasaran-sasaran militer dan kendaraan pribadi. Kantor Pertahanan Sipil mengatakan 240.101 warga sipil mengungsi akibat pertempuran di beberapa provinsi akibat serangan gerilyawan dan ofensif militer. MILF adalah kelompok gerilyawan Muslim terbesar yang berjuang untuk mendirikan sebuah negara Islam di Mindanao. Mereka melakukan perjuangan bersenjata sejak tahun 1978.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008