Jakarta, (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit terhadap kontrak penjualan LNG Tangguh ke Fujian, China yang menurut banyak pihak sangat merugikan negara dan hasil audit tersebut akan disampaikan secara detail, proporsional dan transparan. "Kami tidak akan menutup-menutupi hasil audit itu (Tangguh -red). Apa yang kami temukan akan disampaikan," kata Wakil Ketua BPK merangkap anggota VII, Udju Juhaeri saat dihubungi di Jakarta akhir pekan ini. Menurut dia, audit LNG Tangguh rencananya akan dilakukan bulan September mendatang. "Belum (audit LNG Tangguh). Rencananya baru nanti dilakukan pada semester II bulan September," katanya. Ketika ditanya berapa lama pelaksanaan audit untuk LNG Tangguh, ia mengatakan tergantung luas dan dalamnya permasalahan. "Melaksanakan audit harus berimbang, detail dan tentunya tetap dilakukan adu argumentasi sehingga tidak menimbulkan kesalahan. Yang pasti, hasilnya akan disampaikan secara proporsional dan obyektif," katanya dengan menyebutkan personel auditor untuk LNG Tangguh sekitar 10-12 orang. Sementara itu, anggota Panitia Angket BBM dari Partai Demokrat, Syarief Hasan menginginkan agar BPK tidak perlu malu untuk membuka semua hasil auditnya terhadap kegiatan di sektor migas. BPK harus siap menjelaskan secara detail hasil temuan-temuannya supaya bisa menyelesaikan permasalahan di sektor ini. Dalam kasus ini harus jelas parameternya. Kalau ada pelanggaran maka harus disebutkan peraturan pemerintah ataupun Undang-Undang yang dilanggar. "PP atau UU yang mana telah dilanggar, harus jelas. Jangan hanya asumsi," katanya. Ia menginginkan agar BPK juga membeberkan temuan-temuannya terutama yang berindikasi tindak pidana termasuk kebijakan di sektor migas pemerintah yang sebelumnya. "Misalnya pada LNG Tangguh, kalau menimbulkan kerugian negara harus diungkapkan," tegasnya. Sedangkan, anggota Panitia Angket BBM dari Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edy mengatakan audit yang sudah dilaksanakan BPK baru mencakup dua hal yaitu "cost recovery" dan subsidi. Temuan BPK masih berkisar pada sisi teknis belum menyentuh pada sisi kebijakan dan siapa yang bertanggung jawab atas penyimpangan-penyimpangan dan kerugian negara yang ditimbulkan (sekitar Rp20 triliun di hulu migas). Ia berharap pada pertemuan berikutnya BPK bisa lebih terbuka tentang hasil audit yang sudah dilaksanakannya tentang berapa besar kerugian negara, apa penyebab kerugian, apakah kekeliruan terjadi di level teknis, kebijakan atau peraturan perundangannya. "Serta mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut," tegasnya. Dengan demikian, Tjatur menambahkan sangat relevan memanggil pelaku lapangan sampai pengambil kebijakan tertinggi termasuk pemerintah saat ini maupun pemerintah sebelumnya. Sementara itu, Kepala BPK, Anwar Nasution mengatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan bahan-bahan terkait dengan sektor migas guna dibahas dengan Panitia Angket BBM di DPR RI. "Nantilah. Sedang disiapkan bahan untuk pertemuan dengan Panitia Angket DPR," katanya melalui pesan singkat kepada ANTARA.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008