Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sudah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terkait dengan persoalan produksi bijih nikel.
"Jadi, pada tanggal 24 dan 25 Oktober 2019, KPK sudah melakukan dua kali rapat koordinasi dengan Kemenko Kemaritiman dan juga beberapa instansi yang terkait. Direncanakan rapat koordinasi itu akan dilanjutkan besok," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Febri menyatakan bahwa lembaganya diminta untuk melakukan pengawasan sehubungan dengan permasalahan bijih nikel tersebut.
"Rencana-rencana kerja yang dilakukan oleh Kemenko Kemaritiman dan instansi lain yang terkait dengan produksi nikel tersebut itu yang dimintakan kepada kami adalah agar dilakukan pendampingan, agar dilakukan pengawasan," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa KPK juga sedang melakukan penelitian terkait dengan produksi bijih nikel itu.
Baca juga: Mendag akan cabut izin eksportir nakal terkait pelarangan ekspor nikel
Ia mengatakan bahwa kewenangan dan domain KPK adalah melakukan penelitian. Dalam hal ini, pihaknya sedang melakukan penelitian terkait dengan hilirisasi produksi nikel tersebut.
"Tentu saja karena prosesnya belum selesai yang kami lakukan adalah koordinasi-koordinasi, temuan-temuan awal. Nanti kalau sudah selesai penelitiannya, kami juga bisa sampaikan kepada publik," kata Febri.
Sebelumnya, Pemerintah akan memeriksa sejumlah perusahaan pemegang kuasa pertambangan (KP) terkait dengan dugaan penyimpangan ekspor bijih nikel setelah ada laporan jumlah yang berbeda.
"Ada informasi atau intelijen menyebutkan bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap ekspor nikel ore itu ada 1, kadarnya di atas 1,7," kata Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ketika ditemui di halaman Kantor Presiden RI, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kepala BKPM tegaskan pelarangan ekspor nikel tetap sesuai jadwal
Menurut Luhut, pihaknya tengah melakukan inventarisasi masalah yang selama ini menghambat pertumbuhan ekonomi maupun merugikan negara, kemudian perusahaan yang bergerak di pertambangan nikel itu melanggar kuota.
"Ketiga, itu dilakukan bukan oleh pihak yang punya smelter, dan keempat mungkin kemajuan smelternya tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan," ujar Luhut.
Pemerintah melakukan evaluasi setelah mendapatkan data jumlah nikel yang masuk ke Tiongkok.
"Kami cek karena laporan dari Indonesia dan laporan dari Tiongkok angkanya berbeda, hampir dua kali lipat," ungkap Luhut.
Untuk membenahi manipulasi tersebut, Menko menjelaskan bahwa pihaknya akan mengikutsertakan KPK.
Baca juga: Pemerintah akan periksa pemegang "KP" bijih nikel
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019