Semarang (ANTARA News) - Rektor Universitas Islam Negeri Negeri (UIN) Jakarta Prof. Dr. Komarudin Hidayat mengemukakan mimpi dan imajinasi perlu dibangun di setiap kampus agar pemikiran mahasiswa terus berkembang.
"Semua bangsa besar mempunyai mimpi yang besar, mahasiswa yang sukses juga mempunyai mimpi, kalau tidak punya mimpi apa jadinya," katanya pada "Sarasehan penguatan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dalam rangka penguatan akhlak mulia di perguruan tinggi" di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu.
Sebagai pembicara dalam sarasehan tersebut juga hadir Sekretaris Jenderal Depdiknas Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, Rektor Unnes Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dr. Mudjib Rohmat.
Komarudin mencontohkan, Jepang menjadi negara maju karena mempunyai mimpi besar. Setelah Nagasaki-Hirosima dibom, mereka mempunyai mimpi besar untuk mengalahkan Amerika Serikat.
Kemudian terbukti, Jepang bisa membalasnya melalui bidang industri yang berkembang sangat pesat. Begitu juga Korea banyak mobil bagus tidak ada yang dari Eropa, mereka memulai dengan teknologi informasi.
Ia mengatakan, India juga mempunyai mimpi 20 tahun lagi akan mengalahkan software AS dan Cina juga punya mimpi akan mengalahkan bidang manufaktur.
"Dulu Indonesia juga punya mimpi oleh Gajah Mada dan Bung Karno. Mimpi-mimpi itu harus dibangun di kampus-kampus sebab kalau kita tidak punya mimpi dan imajinasi maka akan jatuh pada satu pemikiran yang pragmatik sekali dan kemudian Indonesia yang besar ini akan hilang," katanya.
Ia mengatakan, bangsa Indonesia sedang dihinggapi virus SMS (senang melihat orang lain susah), rendah diri, dan bermental penjajah. "Kalangan kampus harus bisa menghilangkan hal tersebut," katanya.
Dodi Nandika mengatakan bangsa Indonesia bernegara bukan hanya sekadar untuk meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi lebih jauh untuk ketertiban dunia.
Perkembangan teknologi, katanya, begitu cepat yang berpengaruh pada pola hidup bahkan peran orangtua dan guru saat ini kalah dengan peran televisi.
"Kita agak susah mengontrol pengaruh media, tetapi sekolah dan perguruan tinggi harus mulai kembali segarkan penyerapan nilai-nilai luhur budaya bangsa," katanya.
Menurut dia, bangsa Indonesia lebih suka menjelek-jelekkan bangsa sendiri. "Hal ini sangat berbahaya karena kita tidak punya semangat untuk bangkit. Memang betul banyak kekurangan, tetapi harus disyukuri sebagai bekal untuk bangkit," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008