Kalau SKPD-nya tidak mampu, ganti orangnya
Jakarta (ANTARA) - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyarankan pergantian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jika tidak bisa tegas mengenai anggaran, menyusul ditemuinya sejumlah kejanggalan dalam rencana anggaran APBD DKI 2020.
"Awalnya kan perencanaan di SKPD, kalau saya melihat dari beberapa tempat, ini SKPD-nya itu enggak bisa tegas menganggarkan apa yang penting untuk masyarakat. Kayak masalah anggaran influencer, lalu masalah lem aibon. Kalau SKPD-nya tidak mampu, ganti orangnya," kata Prasetio di Balai Kota Jakarta, Rabu.
Hal itu, kata Prasetio, karena anggaran 2020 ini tidak bisa main-main, terlebih dikatakan yang akan dibahas adalah anggaran usulan awal denga nilai Rp95,9 triliun.
Baca juga: DKI Jakarta akan sesuaikan anggaran lem aibon hingga pulpen
"Dengan yang dikatakan kemarin, sebesar Rp95,9 triliun yang akan dibahas, apakah mampu anggaran itu? Pendapatannya dari mana? Sekarang aja masih defisit? Jangan semua di Jakarta ditakut-takuti, siapa ini yang "usaha", kalau orang merasa nyaman dan aman, kan kita (DKI Jakarta) juga bisa mendapat PAD (pajak) yang baik," ucap Prasetio.
Di sisi lain, Prasetio menyampaikan apresiasi pada anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2022, terutama mereka yang baru menjabat karena beberapa kali sudah detil dalam melihat anggaran.
"Saya apresiasi anggota DPRD yang baru ini, dia detil semua dari komisi per komisi itu detail melihatnya, setiap hari sampai jam 11.00 malam, itu risikonya yang penting anggaran APBD transparan, mengutamakan prioritas Jakarta yaitu banjir, macet dan perumahan, kalau main-main, coret gitu saja udah," ucapnya.
Baca juga: Sudin Pendidikan Jaktim sebut belanja pulpen Rp124 miliar salah input
Sebelumnya, ada beberapa anggaran janggal yang menjadi sorotan, mulai dari anggaran lem aibon senilai Rp82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, lalu anggaran pulpen Rp124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp121 miliar di Dinas Pendidikan dan beberapa unit peladen senilai Rp66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik.
Terkait dana-dana yang diajukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, salah ketik atau salah input disebut menjadi persoalan dalam rancangan anggaran dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) itu.
"Namanya juga manusia pas ketahuan, bisa saja dia bilang salah tulis. Kaya pulpen itu kan anggarannya besar sekali. Nah seperti itu saya tidak sependapat. Taktis aja lah, TKD (Tunjangan Kinerja Daerah)-nya ada, orang kerja kan pasti punya pulpen," ucap Pras.
Baca juga: Ditemukan PSI usulan anggaran ballpoint Rp123 miliar
Dengan adanya kejanggalan yang sudah terungkap dan yang belum terungkap, Prasetio mengaku tidak masalah mendesaknya waktu pembahasan yang tersisa (tenggat waktu sampai 30 November), selama implementasinya sampai pada publik dan dapat digunakan dengan baik.
"Jadi begini, eksekutif memberi KUA-PPAS, semua ini bekerja. Kami untuk ketok palu diparipurnakan melalui mekanisme-mekanisme, ini harus benar dilalui. Dan yang kami juga harus objektif dalam menilai. Mepetnya waktu gak masalah selama terimplementasikan, yang jadi masalah siapa dulu? Di kami (legislatif) atau dia (eksekutif)?" ucap Prasetio.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyoroti beberapa anggaran yang janggal seperti lem aibon senilai Rp82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, anggaran pengadaan pulpen sebesar Rp124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp121 miliar di Dinas Pendidikan dan beberapa unit peladen senilai Rp66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik.
Baca juga: Soal lem aibon di APBD 2020, Wali kota duga ada kesalahan input data
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019