Medan, 23/8 (ANTARA) - Peneliti dari Universitas Hawaii, Prof. Dr. Uli Kozok, MA, mengatakan, sebagian besar atau sekitar 95 persen naskah aksara Batak dewasa ini berada di luar negeri. Hanya lima persen naskah aksara Batak yang ada di dalam negeri, ujarnya ketika melakukan persentasi sistem komputerisasi aksara Batak Toba, di Medan, Sabtu. Menurut dia, di Belanda diperkirakan terdapat sekitar 1.000 naskah aksara Batak, kemudian Jerman 500 naskah, Inggris 100 naskah, Denmark 60 naskah dan sisanya di beberapa negara lain. "Belanda dan Jerman itu merupakan tempat koleksi terbesar aksara Batak, kemudian di Austria saya pernah melihat beberapa naskah baca, di Prancis juga ada," ujarnya. Dia mengatakan, kesemua naskah Batak itu tersimpan dengan rapi di museum-museum negara Eropa dan telah menjadi milik sah negara itu meski naskah tersebut berasal dari Sumut. Perpindahan aksara Batak itu terjadi ketika zaman penjajahan Belanda, dimana para misionaris dari Jerman di tanah Batak dan para pegawai pada enam perusahaan Tembakau Deli di Pantai Timur Sumut membawa naskah itu ketika kembali ke negaranya. "Itu mereka beli dari penduduk karena mereka tahu yang namanya naskah itu adalah sesuatu yang berharga. Seperti di Eropa ada tradisi naskah yang berusia ratusan tahun itu sangat berharga," ujarnya. Diperkirakan naskah aksara Batak tertua, kata dia, berusia sekitar 300 tahun dan setelah meletusnya perang dunia pertama sekitar tahun 1920-an naskah Batak tidak diproduksi lagi karena suku Batak telah beralih ke huruf latin. Dalam naskah Batak masih banyak ilmu yang masih tersembunyi seperti sastra, anthropologi, obat-obatan dan sebagainya. "Naskah Batak itu masih menyimpan ilmu yang tersembunyi dan belum dipelajari seperti bagaimana orang Batak meresap unsur agama seperti Budha dan Islam. Tapi sayangnya kita harus ke luar negeri untuk mempelajari naskah itu," katanya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008