Mingora, Pakistan (ANTARA News)- Seorang pembom bunuh diri membenturkan kendaraan yang membawa bom ke satu kantor polisi di Lembah Swat, Pakistan barat laut, Sabtu menewaskan paling tidak delapan orang dan mencederai 10 orang, kata polisi. Seorang jurubicara para gerilyawan Taliban di lembah itu mengaku bertanggungjawab atas serangan bom itu dan berikrar akan melakukan aksi-aksi serupa jika pemerintah tidak menghentikan operasi-operasi militer di daerah itu. "Banyak orang masih terkurung dalam reruntuhan bangunan itu. Kami menemukan delapan mayat," kata Subhan Khan , seorang polisi senior di lembah itu. Pakistan yang memiliki senjata nuklir mendukung perang pimpinan AS terhadap terorisme dan milisi yang punya hubungan dengan Al Qaeda melakukan aksi-aksi kekerasan yang meningkat di seluruh negara itu tahun lalu melawan pasukan keamanan. Aksi kekerasan itu serta situasi politik yang tidak menentu , membantu mengganggu kepercayaan investor dan menyebabkan pasar-pasar keuangan negara itu cenderung menurun. Aksi kekerasan mereda ketika pemerintah koalisi yang berkuasa seusai pemilu Februari lalu mulai berunding dengan kelompok-kelompok garis keras dan gerilyawan. Pihak berwenang di Provinsi Perbatasan Barat Laut mencapai satu perjanjian perdamaian Mei lalu dengan pihak gerilyawan di Swat, yang sampai tahun lalu merupakan salah satu dari daerah-daerah tujuan wisata utama negara itu. Tetapi serangan-serangan meningkat kembali di seluruh daerah barat laut itu setelqh pemimpin penting Taliban Baitullah Mehsud menghentikan perundingan Juni lalu. Pada hari Kamis, dua pembom bunuh diri menewaskan sekitar 70 orang di luar kompleks industri senjata pertahanan utama negara itu dekat Islamabad. Pengunduran diri Pervez Musharraf yang sekutu utama AS itu sebagai presiden , Senin menimbulkan persoalan-persoalan tentang komitmen pemerintah untuk menangani aksi kekerasan itu. Tetapi walaupun dukungan Musharraf bagi perang pimpinan AS terhadap terorisme sangat tidak populer, pemerintah berikrar akan tetap mempertahankan usaha-usaha untuk memerangi kelompok-kelompok garis keras.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008