"Pada aturan ini salah satunya diatur mengenai internal dispute resolution (IDR)," kata Deputi Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK Tri Herdiyanto di Solo, Selasa.
Ia melanjutkan, "Teknisnya adalah sebelum ke mana pun konsumen mau melakukan pengaduan produk dan layanan harus mengadu terlebih dahulu kepada pelaku usaha usahanya atau perusahaan jasa keuangan terkait."
Jika pada proses ini konsumen tidak memperoleh hasil yang memuaskan, kata dia, pengaduan tersebut dianggap sebagai sengketa.
Baca juga: Diprediksi berkembang, OJK bakal buat aturan khusus verifikasi digital
Menurut dia, ada dua upaya yang bisa dilakukan oleh konsumen, yaitu menyelesaikan melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Jika penyelesaian dilakukan di luar pengadilan, konsumen harus ke Lembaga Alternatif Pengaduan Sengketa (LAPS) yang sudah ditunjuk oleh OJK.
"Oleh karena itu, LAPS ini harus tercantum dalam perjanjian pelaku jasa keuangan dan konsumennya. Pada prinsipnya OJK tetap menerima pengaduan karena kami 'kan tidak bisa membatasi itu. Meski demikian, kami mengajurkan agar pengaduan diselesaikan dahulu sesuai dengan IDR," katanya.
Pad saat ini, kata Tri Herdiyanto, jumlah pengaduan dari konsumen ke lembaga jasa keuangan cenderung meningkat setiap tahunnya.
"Kecenderungan peningkatan jumlah aduan ini bisa diartikan positif dan negatif. Positifnya adalah konsumen makin paham akan haknya, sedangkan negatifnya adalah ternyata masih banyak masalah di lapangan," katanya.
Baca juga: Juni 2019, OJK keluarkan aturan bagi BPR untuk merger
Ia menyebutkan beberapa permasalahan yang diadukan konsumen, mulai dari investasi bodong, layanan perbankan, asuransi, hingga pembiayaan.
Untuk permasalahan perbankan kebanyakan mengenai penarikan agunan, asuransi terkait dengan klaim, dan pembiayaan terkait dengan penarikan barang.
Pada tahun ini, lanjut dia, dari awal tahun sampai sekarang jumlahnya sampai puluhan ribu aduan. Akan tetapi, ada tiga jenis aduan yang diterima, yaitu bersifat pemberian informasi, pengaduan yang berindikasi sengketa, dan pengaduan yang berindikasi pelanggaran.
"Khusus pengaduan yang berindikasi pada pelanggaran, langsung ditangani oleh OJK, kemudian dilakukan pemeriksaan," kata Tri Herdiyanto menjelaskan.
Untuk meminimalisasi jumlah aduan ini, OJK terus meminta kepada lembaga jasa keuangan untuk aktif memberikan literasi keuangan kepada konsumen.
Baca juga: OJK terbitkan aturan transaksi efek T+2
Denganupaya tersebut, dia berharap perbedaan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan tidak terlalu jauh.
"Sekarang tingkat literasi keuangan baru sekitar 30 persen, gapnya masih 30 persen di bawah inklusi. Ke depan harapan kami tidak terlalu besar selisihnya, ya, paling tidak 10 persen," katanya. ***2***
Pewarta: Aris Wasita
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019