Ban Namprai, Thailand (ANTARA) - Bendungan Xayaburi yang terletak di wilayah hilir Sungai Mekong, Laos, resmi beroperasi secara komersil, Selasa, meskipun diprotes warga Thailand, karena dam itu dan proyek bendungan lain dinilai dapat menyebabkan kekeringan sehingga mengganggu sumber penghidupan masyarakat.

Dam berkapasitas 1.285 Megawatt (MW) tetap beroperasi di saat beberapa wilayah Sungai Mekong mengering. Padahal, musim hujan telah turun di areal tersebut.

Walaupun demikian, kontraktor dan pengelola bendungan mengaku tidak bertanggung jawab terhadap kekeringan di Sungai Mekong.

Baca juga: ASEAN harus lindungi sumber air sungai Mekong

Rencananya, Bendungan Xayaburi akan memasok 95 persen daya ke Thailand dengan harga rata-rata sekitar dua baht (setara dengan 0,066 dolar AS) per unit. Xayaburi merupakan bendungan pertama yang resmi beroperasi dari sembilan proyek pembangunan dam di areal hilir Sungai Mekong, Laos.

Bagi sejumlah pihak, bendungan yang baru dibangun itu dapat mengatasi masalah ketahanan pangan serta krisis air yang terjadi selama bertahun-tahun, khususnya setelah 11 bendungan buatan China dibangun di hulu Sungai Mekong. Pembangunan 11 dam itu dianggap telah mengganggu aliran air di Sungai Mekong yang menjadi sumber penghidupan jutaan warga Laos, Kamboja, dan Vietnam.

Namun, sejak sembilan tahun lalu mulai dibangun, Bendungan Xayaburi telah menuai polemik di masyarakat. Bendungan senilai 135 miliar baht (setara dengan 4,47 miliar dolar AS) didanai oleh perusahaan dan bank asal Thailand.

Para biksu Buddha pada Selasa memimpin upacara peresmian Bendungan Xayaburi, sementara para aktivis dari Freedom Mekong Group mengatakan warga yang hidup di hilir Sungai Mekong "sekarat" akibat dam tersebut.

"Di saat Bendungan Xayaburi mulai membangkitkan listrik, kita tidak tahu bagaimana ekosistem sungai akan berubah, dan seberapa buruk dampaknya kelak," kata aktivis, Montri Chanthawong.

Baca juga: Ikan Lumba-lumba Sungai Mekong Nyaris Punah

Sekitar 150 kilometer atau 90 mil dari selatan Bendungan Xayaburi, desa nelayan di Ban Namprai, Thailand, mengalami musim kering terparah sepanjang sejarah.

Warga Desa Ban Namprai di Thailand mengatakan, biasanya di akhir musim hujan, kedalaman Sungai Mekong mencapai tiga meter. Pada musim itu, masyarakat desa menggelar pertandingan balap perahu. Akan tetapi, kompetisi itu terpaksa dibatalkan pada tahun ini karena air sungai kering.

Para nelayan dan pembudidaya mengatakan arus air Sungai Mekong tampak tidak beraturan sejak Bendungan Xayaburi diuji coba pada Maret. Perubahan itu, menurut mereka, bukan hanya disebabkan oleh kekeringan yang berlangsung pada awal tahun.

"Masa depan sungai ini cukup mengerikan. Ini baru permulaan," kata Kepala Desa Ban Namprai, Sangtong Siengtid (45) yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan.

"Banyaknya pembangunan dam akan membuat Sungai Mekong yang megah akan berubah menjadi aliran air kecil," kata dia.

Sejumlah nelayan skala kecil di Kota Nong Khai, wilayah sekitar Ban Namprai, mulai memindahkan kolam budidaya dari sungai ke kolam-kolam buatan yang airnya dipasok dari pompa, kata pembudidaya ikan setempat, Krit Hemarak (39).

Baca juga: Ilmuwan identifikasi 150 lebih spesies baru di Mekong

Akan tetapi, bagi kontraktor utama Bendungan Xayaburi, perusahaan Thailand CK Power CPL, surutnya air Sungai Mekong disebabkan telatnya musim hujan dan pembangunan dam oleh perusahaan China di areal hulu.

CK Power, anak perusahaan dari CH. Karnchang Public Company Limited, menolak mengonfirmasi atau memberi tanggapan terkait isu kekeringan Sungai Mekong, baik dari wawancara ataupun surat tertulis.

Di laman Facebook, perusahaan itu menyiarkan foto pembangunan "anak tangga khusus ikan" dan pagar-pagar dari sedimen pasir senilai enam miliar baht (200 juta dolar AS) yang dinilai dapat memulihkan ekosistem Sungai Mekong. Pemasangan dua teknologi itu dianggap mampu mengembalikan kembali jalur migrasi ikan.

Menurut perusahaan, pembangunan pagar sedimen tidak akan berdampak pada kegiatan budidaya nelayan di tepi Sungai Mekong.

Menurut direktur pelaksana CK Power, Thanawat Trivisvavet di sebuah koran Thailand pada Selasa, perusahaan akan lebih banyak berinvestasi pada proyek "ramah lingkungan".

Namun, sejumlah pegiat lingkungan mengatakan teknologi yang dibuat oleh CK Power belum teruji dampak dan manfaatnya.

Sungai Mekong merupakan sungai terpanjang ke-12 dunia yang mengalir dari Tibet, China (Provinsi Yunnan), Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Aliran air itu bersumber dari mata air Lasagongma di Tibet dan bermuara di Delta Mekong, Vietnam.

Baca juga: China kirim patroli bersenjata ke Mekong

Sumber: Reuters

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019