anggaran pemerintah diperlukan sebagai stimulus di saat ekonomi sedang melemah

Jakarta (ANTARA) - PT Bank DBS Indonesia memperkirakan Sri Mulyani Indrawati yang terpilih kembali sebagai Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju akan melanjutkan reformasi fiskal dan mempertahankan kredibilitas manajemen anggaran untuk menerapkan kebijakan konra-siklus (counter-cyclical), dalam menangkal dampak dari perlambatan pertumbuhan ekonomi.

"Manajemen anggaran yang baik sangat penting dalam kondisi yang volatil seperti ini, karena anggaran pemerintah diperlukan sebagai stimulus di saat ekonomi sedang melemah," kata Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystallin dalam risetnya diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut tim ekonom dari bank yang berkantor pusat di Singapura itu, Sri Mulyani dipercaya oleh pelaku pasar dapat menjaga keberlanjutan reformasi fiskal dan manajemen anggaran Indonesia. Maka itu, pelaku pasar global merespon positif kembali terpilihnya Sri Mulyani sebagai Bendahara Negara.


Baca juga: Presiden sebut reformasi fiskal permudah berbisnis di Indonesia

Menurut dia, Sri Mulyani akan memberikan stimulus fiskal guna mengakselerasi laju pertumbuhan ekonomi, namun tetap menjaga defisit anggaran di bawah batas aman.

"Tantangan global saat ini sangat berat, pertumbuhan ekonomi dunia melemah, belum lagi diwarnai perang dagang dan beberapa isu geopolitik. Penetapan Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mendapat reaksi positif dari pasar," ujarnya.

Sedangkan mengenai Kabinet Indonesia Maju secara keseluruhan, Masyita menilai pengaruhnya cukup netral terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada APBN 2019 dan juga di APBN 2020. Namun perkiraan (outlook) pemerintah hingga pertengahan tahun, pertumbuhan ekonomi akan melaju di kisaran 5,1 persen tahun ini.

"Kabinet ini memiliki kombinasi antara partai dan profesional yang cukup baik. Terlepas dari latar belakang para menteri di kabinet Jokowi yang baru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan visi Jokowi dapat tercapai," tuturnya.

Baca juga: Anggota DPR optimistis Kabinet Indonesia Maju perbaiki kondisi ekonomi

Lebih lanjut, ujar Masyita, pemerintah memang tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan reformasi fiskal. Hal tersebut memang sangat diperlukan untuk Indonesia karena rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau "Tax Ratio" yang masih kurang dari 12 persen. "Tax Ratio" Indonesia masih di bawah rata-rata negara ekonomi sepadan (peers).

"Untuk tumbuh lebih tinggi, Indonesia membutuhkan rasio pajak setidaknya 15 persen," pungkas dia.

Selain itu, untuk dapat mencapai visi Indonesia pada 2045 sesuai retorika Presiden Joko Widodo pada pelantikan Presiden di Gedung MPR, Masyita mengingatkan pertumbuhan ekonomi harus di atas enam persen. Hal ini hanya bisa dicapai jika Indonesia menanggalkan ketergantungan terhadap sektor komoditas dan benar-benar mengembangkan industri manufaktur bernilai tambah sebagai mesin pertumbuhan.

Baca juga: Menkeu paparkan capaian reformasi fiskal moneter Indonesia
Baca juga: Sinergi kebijakan moneter, fiskal, reformasi struktural dorong pertumbuhan

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019