Kabul (ANTARA News) - Tiga tentara dari pasukan pimpinan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO tewas akibat ledakan bom jalanan di Afganistan timur, kata persekutuan itu pada Kamis, korban asing terahir dalam sepekan peningkatan kekerasan.
Tentara itu di kendaraan saat peledak rakitan meletus pada Rabu, kata persekutuan itu tanpa menyebut nama korban, tapi kebanyakan tentara asing di daerah timur adalah orang Amerika Serikat.
Serangan itu terjadi dua hari sesudah tersangka pejuang Taliban menewaskan 10 tentara Prancis di timur Kabul, ibukota negara terkoyak perang tersebut, kematian tunggal terbesar tentara asing di pertempuran Afgan sejak Taliban digulingkan pada 2001.
Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, yang ke ibukota Afgan itu untuk menghormati tentara tewas itu, menyatakan tentara harus tinggal untuk berjuang melawan terorisme.
Dengan kematian terahir itu, 180 tentara asing tewas di Afganistan pada tahun ini.
Kebanyakan dari mereka tewas dalam pertempuran dengan pejuang.
Satu tentara gabungan pimpinan Amerika Serikat tewas dalam pertempuran dengan pejuang di Afganistan barat pada Rabu, kata pasukan itu.
Tentara itu, yang nama dan kebangsaannya tidak diumumkan, tewas akibat bertempur dengan pejuang, yang menyerang ronda mereka di Afganistan barat, kata pernyataan gabungan itu tanpa menyebut tempat pastinya.
"Satu anggota tentara gabungan tewas akibat tembakan senjata ringan pada sore ini di Afganistan barat dalam ronda tempur," kata pernyataan gabungan tersebut.
Seorang prajurit Inggris bertugas untuk pasukan asing pimpinan NATO di Afganistan tewas sesudah gerilyawan menyerang rondanya di wilayah selatan negara bergolak itu pada Senin, kata sekutu itu.
"Seorang prajurit ISAF (Pasukan Bantuan Keamanan Asing) Inggris tewas di Afganistan selatan sesudah gerilyawan menyerang ronda pasukan itu pada 18 Agustus," kata pernyataan ISAF pimpinan NATO.
Puluhan ribu prajurit sekutu pimpinan Amerika Serikat dan pasukan ISAF berada di Afganistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi Taliban dan sekutu mereka.
Taliban, yang memerintah Afganistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaida Osama bin Ladin, yang dituding bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001, demikian Reuters.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008