Jakarta (ANTARA News) - Hakim konstitusi Prof Dr Jimly Asshiddiqie menyatakan sistem suara terbanyak yang digunakan beberapa partai politik peserta Pemilu 2009 berpeotensi memicu konflik.
"Pemilu 2009 lebih rumit dari pemilu sebelumnya," ujar Jimly setelah menyerahkan palu kepemimpinannya kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru Mohammad Mahfud MD di Jakarta, Kamis.
Jimly menegaskan, sistem suara terbanyak yang digunakan beberapa partai politik tidak sesuai dengan ketentuan UU Pemilu yang mengharuskan semua peserta pemilu menggunakan sistem nomor urut.
Sistem suara terbanyak itu hanya diatur di dalam peraturan partai melalui perjanjian di hadapan notaris. Itu hanya berpotensi menimbulkan kasus perdata.
"Kalau muncul perselisihan, mestinya yang menang itu yang mengikuti aturan UU Pemilu," katanya.
Permasalahan itu akan menjadi tugas berat bagi MK.
"Sebaiknya dicegah sebelum menimbulkan masalah," katanya.
Ia mengatakan partai yang menggunakan suara terbanyak tidak sedikit, karena itu sebaiknya diakomodir.
"Untuk mencegah terjadinya konflik sebaiknya sistem suara terbanyak dilegalkan juga dalam UU Pemilu," ujarnya.
Ia menyarankan UU Nomor 10/2008 tentang pemilu direvisi dengan menambah satu ayat yang membenarkan sistem suara terbanyak diterapkan partai politik pada Pemilu 2009.
"Sebaiknya itu menjadi bahan pertimbangan," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008