Jakarta (ANTARA News) - Pecinta alam Saleh Sudrajat alias Kang Ujang dan pejuang penyambung lidah rakyat, Ir Soekarno, sama-sama menjadi tokoh sentral di gedung tua peninggalan Belanda, Landraad, yang kini bernama Gedung Indonesia Menggugat di kota "Parijs van Java". Bedanya, Bung Karno menjadi tokoh sentral di gedung itu saat diadili oleh pemerintah kolonial pada 18 Agustus hingga 22 Desember 1930, sedangkan Kang Ujang menjadi pusat perhatian di tempat yang sama tatkala dianugerahi Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu malam 20 Agustus 2008. Dalam suasana memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional dan HUT ke-63 Proklamasi Kemerdekaan RI, antara Kang Ujang dan Bung Karno itu memiliki keterkaitan. Bung Karno diadili pemerintah kolonial karena bersekongkol dengan sejumlah pejuang lain melawan Belada dan mengajak masyarakat melawan rezim penjajah. "Aku menggugat yang tua-tua untuk mengingat kembali akan penderitaan-penderitaannya dan melenyapkan penderitaan itu. Aku menggugat pemuda untuk membebaskan nasib mereka dan bekerja keras untuk masa depan bangsa," begitu kata Bung Karno. Gugatan yang diceritakan kembali oleh Soekarno dalam buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" karya Cindy Adams tahun 1965 itu dijawab oleh Kang Ujang pada usia 56 tahun. Kang Ujang melawan rasa takut yang mematikan dengan menjalani ekpedisi terbang solo dengan pesawat layang bermotor jenis Pegasus GT 450-9125-100 HP dari Sabang sampai Merauke pada 15 Mei hingga 18 Juni 2008. Kang Ujang seakan dalam bentuk lain mewarisi keberanian Soekarno, Maskoen, Soepriadinata, dan Gatot Mangkoepradja melawan rezim Belanda yang menakutkan, meski hukuman penjara menjadi taruhannya. Bung Karno ditangkap dan dipenjara terlebih dahulu di Banceuy selama delapan bulan sebelum mulai diadili di Landraad atau Pengadilan Negeri Belanda pada 18 Agustus 1930. Meski dibela oleh pengacara Sastromoeljono dan Sartono, rezim penjajah menjatuhkan vonis empat tahun penjara di Sukamiskin. Baru setahun Bung Karno menjalani hukuman, ia dibebaskan tetapi kemudian diasingkan ke Ende pada tahun 1934. Terasing Di angkasa Kang Ujang juga merasa "terasing" karena hanya dia seorang melintasi cakrawala dengan kematian yang bisa datang sewaktu-waktu, lantaran penerbangan yang penuh risiko itu dan ancaman angin kencang dan cuaca buruk. "Saya merasa sangat kecil dan tak ada artinya dibandingkan dengan semesta raya ciptaan Ilahi," kata Kang Ujang. Semangat membara dalam memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional dan 63 Tahun Kemerdekaan RI, merajut nilai-nilai nasionalisme dari Sabang sampai Merauke, dan menggalang dana bagi pembangunan rumah sakit khusus gawat darurat akut dan trauma center membuat Kang Ujang menuntaskan ekspedisi itu. "Saya hilangkan rasa takut. Saya pasrah dan yakin bisa," kata Kang Ujang. Penerbangan sejauh sekitar 6.422 kilometer yang terlaksana atas kerjasama dengan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga itu membawa nama Saleh Sudrajat tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri). Pengusaha jamu jago yang juga Ketua Muri, Jaya Suprana membubuhkan tanda tangan pada piagam penghargaan rekor bernomor 3219/R.Muri/VI/2008 untuk Kang Ujang. Kang Ujang yang lahir di Bandung 24 Januari 1952 mengaku tak pernah berharap bahwa apa yang telah dilakukannya akan mendapat penghargaan dari pemerintah atau pihak lain. "Tetapi ini penghargaan yang sangat membanggakan," katanya. Apa yang dilakukannya sangat kecil dibanding para pejuang kemerdekaan yang rela mengorbankan diri, harta, dan keluarganya untuk terbebas dari belenggu penjajah. Indonesia, katanya merupakan negeri yang amat luas dan wajib dipertahankan oleh seluruh bangsa Indonesia. "Saat terbang saya menyaksikan bahwa Indonesia sangat luas. Betapa beratnya para pejuang untuk memerdekakan negeri ini dari penjajah," ungkap suami Ida Nuraida dan ayah dari dua anak, Moh Fajar Adzan dan Kandhita Sudrajat, itu. Ingin Bangun RS Khusus Selepas ekspedisi itu Kang Ujang sedang berusaha mewujudkan tekadnya untuk membangun rumah sakit khusus gawat darurat. Ia berusaha menggalang dana sekitar dua miliar rupiah untuk pembangunan rumah sakit itu. Ia mengatakan telah mendapat bantuan lahan lima hektare di kawasan Jatinangor, Kabupaten Sumedang dari Danny Setiawan saat masih menjabat Gubernur Jabar untuk membangun rumah sakit. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault pada acara penyematan lencana dan pemberian piagam penghargaan bahkan minta organisasi pecinta alam Wanadri membantu pelatihan bagi Pemuda Sadar Bencana di seluruh Indonesia. Ekspedisi Trike yang mencatatkan namanya sebagai pilot solo Sabang-Merauke merupakan yang kedua setelah Kang Ujang melakukan ekspedisi ikan paus di Lamatera, NTT pada 1978-1979. Meskipun catatan pengalaman ekspedisinya masih minim, tetapi mantan pegawai BUMN itu sangat giat dalam menjalani petualangan sejak ia menjadi anggota organisasi pecinta alam Wanadri sejak 1971 hingga kini, anggota Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) sejak 2006, dan organisasi penyelam Ganesha Diving sejak 1976-1983. Satya Lencana Wira Karya yang dianugerahkan untuk Kang Ujang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 030/TK/2008 tertanggal 8 Agustus itu membuktikan dedikasi dirinya yang membanggakan dan diakui oleh pemerintah. (*)

Pewarta: Oleh Budi Setiawanto
Copyright © ANTARA 2008