Baghdad (ANTARA) - Aparat keamanan Irak menembakkan gas air mata ke arah pelajar dan mahasiswa yang mengabaikan peringatan dari perdana menteri untuk tidak melanjutkan unjuk rasa antipemerintah dalam beberapa pekan terakhir.

Para pelajar dan mahasiswa itu tetap menggelar aksi protes, padahal sudah 200 orang tewas akibat unjuk rasa tersebut.

Juru bicara Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi pada Minggu (27/10) mengatakan siapa pun yang mengganggu kegiatan belajar-mengajar akan dihukum berat.

Demonstrasi yang berlangsung di Irak menjadi tantangan terberat PM Mahdi sejak ia menjabat pada tahun lalu.

Aksi protes massa di Baghdad dan beberapa kota terjadi sejak bulan lalu. Warga memprotes kondisi perekonomian yang memburuk di Irak. Unjuk rasa berlanjut pada Jumat setelah sempat berhenti selama dua minggu.

Ribuan rakyat Irak berkumpul di Tahrir Square, Baghdad, Minggu, menentang aksi aparat yang telah menewaskan banyak demonstran dalam waktu dua hari. Para pengunjuk rasa juga mengecam aksi aparat yang menggunakan paksaan untuk membubarkan mereka.

Para demonstran sempat khawatir insiden pada Minggu malam akan kembali berulang. Walaupun demikian, aparat hanya sesekali melemparkan selongsong gas air mata ke arah pengunjuk rasa.

Dalam waktu satu pekan terakhir, setidaknya 74 orang tewas, tetapi kekerasan terus berlanjut karena tidak ada catatan resmi mengenai korban jiwa di Baghdad atau kota lainnya pada aksi protes semalam.

Baca juga: 74 tewas dalam protes anti-pemerintah Irak

Walaupun demikian, beberapa pihak meyakini total jumlah korban yang tewas pada Oktober mencapai 231 jiwa.

Tayangan video yang diunggah ke media sosial memperlihatkan aparat pada Senin menembakkan gas air mata ke arah pelajar di Baghdad saat para demonstran bergerak ke wilayah lain di ibu kota. Salah satu video menunjukkan kelompok pelajar perempuan berlari dan berteriak.

Dalam video lain, lima pelajar lain di provinsi berbeda, yang sebagian besar terletak di wilayah selatan, juga ikut berunjuk rasa.

"Kami turun ke jalan hari ini untuk menuntut hak yang telah dicabut sejak 2003 ketika Pemerintah Amerika Serikat menyerahkan kepada kami sekelompok pencuri," kata Abbas al-Hamzawi, mahasiswa jurusan arkeologi di wilayah selatan Kota Diwaniya.

Ia menjelaskan unjuk rasa itu bertujuan menuntut kebebasan, martabat dan penghidupan yang lebih baik.

"Kami meminta agar rezim ini mundur,  konstitusi ditunda dan pemerintah darurat, dibentuk," tambah Hamzawi.

Irak merupakan salah satu negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) yang memiliki cadangan minyak besar, tetapi banyak rakyat justru hidup dalam kemiskinan.

Banyak warga Irak masih hidup dengan keterbatasan air bersih, listrik, jaminan kesehatan, dan pendidikan.

Pemerintah Irak masih kesulitan memulihkan kondisi perekonomian setelah menghadapi konflik bertahun-tahun pascainvasi AS pada 2003, yang menggulingkan Saddam Husein.

Baca juga: Iran nyatakan secara seksama pantau situasi di Irak

Rakyat Irak menyalahkan para elit politik yang tunduk pada dua mitra utamanya, Iran dan AS. Banyak pihak menduga dua negara itu menggunakan Irak sebagai alat untuk mendapatkan pengaruh di kawasan.

Bagi sebagian besar rakyat Irak, dua negara itu tidak memikirkan nasib dan masa depan mereka.

Sumber: Reuters

Baca juga: Pentagon: pasukan AS yang ditarik dari Suriah akan ke Irak Barat

Baca juga: Menlu AS desak PM Irak tangani keluhan pemrotes

 

Ratusan pencari suaka di Pekanbaru lakukan aksi damai

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019