Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI, Abdillah Toha, menegaskan, kasus televisi Al Manar menjadi bukti kemunafikan Pemerintah Amerika Serikat yang mempraktikkan demokrasi di dalam negeri, tetapi otoriter dalam kebijakan luar negerinya.Hal itu dikemukakan Abdillah Toha kepada ANTARA di Jakarta, Rabu malam, ketika mengomentari permintaan Amerika Serikat (AS) yang meminta PT Indosat Tbk agar memutus kontrak sewa transponder televisi Al Manar.Permintaan AS itu berkaitan dengan dugaan pihak intelijen tentang keterlibatan stasiun televisi Al Manar milik Hizbullah di Lebanon yang mendukung jaringan teroris.Selama ini Al Manar menggunakan jasa Satelit Palapa C2 milik Indosat, yang berkedudukan di Indonesia."Kalau Indosat mengikuti kemauan AS itu ada dua konsekuensi yang terjadi," kata Abdillah Toha. Pertama, menurutnya, Al Manar akan menggugat di Pengadilan karena memutuskan kontrak tanpa alasan. Kedua, Indosat akan menghadapi protes dan gugatan masyarakat Indonesia sendiri, terutama dari kalangan muslim, karena mengikuti tekanan AS. "Hal ini sekali lagi membuktikan kemunafikan Pemerintah AS yang mempraktikkan demokrasi di dalam negeri, tetapi sangat otoriter dalam kebijakan luar negerinya," tandasnya. Selain itu, lanjutnya, ini merupakan sebuah bukti lagi, politik luar negeri AS dikendalikan oleh lobi Israel di sana. "Al Manar ini adalah media perjuangan melawan penindasan Israel, dan Hizbullah yang dikategorikan sebagai teroris oleh Pemerintah AS adalah para pejuang kemerdekaan, sama dengan para pejuang kita dahulu yang dikategorikan ekstremis oleh penjajah Belanda," tegas Abdillah Toha. AS Jangan Paranoid Sebelumnya, secara terpisah Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, mengingatkan Amerika Serikat agar tak perlu lagi paranoid dan curiga terhadap Indonesia serta dunia Islam. "Saya juga mohon AS tidak bias menilai bahwa Islam sama dengan teroris," tandasnya. Selanjutnya, ia meminta AS agar tidak menjadi penghambat kebebasan informasi sebagai salah satu bagian strategis dalam kehidupan berdemokrasi yang baik. "Kita diharapkan berdemokrasi dan itu kita jalankan, termasuk juga dalam hal keterbukaan informasi. Karenanya, saya juga inginkan masyarakat kita mendapat informasi bukan secara sepihak dan bukan dari sumber terbatas," tandas Yusron Ihza Mahendra lagi. Dalam pandangannya, masyarakat harus diberi kebebasan memperoleh informasi secara transparan. "Saya juga yakin masyarakat kita cukup dewasa menilai informasi. Karenanya berikan saja kebebasan kepada mereka untuk memperoleh informasi dan biarkan transparan," katanya lagi.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008
Tapi apa bangsa kita Indonesia bisa. Rasanya mustahil sebab negara kita sudah sangat tergantung pada AS. Lihat saja para Petinggi militer Indonesia banyak yang lulusan AS bukan lulusan afghanistan atau lebanon.