Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memperpanjang masa pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS) guna meminimalkan jumlah pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar. "Tidak itu saja, KPU jug harus segera evaluasi internal terkait proses pengumuman DPS, untuk melihat apakah upaya sosialisasi dan pemasangan DPS telah optimal di lapangan," kata Kepala Divisi Penelitian LP3ES Fajar Nursahid di Jakarta, Rabu. Ia menilai, selama ini KPU kurang menyosialisasikan pemutakhiran data pemilih. Proses pemutakhiran data pemilih terkesan tertutup. "Data pemilih yang buruk menyebabkan adanya pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilih karena tidak terdata. KPU sangat rawan mendapat gugatan karena data pemilih yang buruk dan berdampak pada kualitas pemilu itu sendiri," kata Fajar. Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU harus mengedepankan aspek akurasi dari sekadar memenuhi tenggat finalisasi daftar pemilih. "Jika dari hasil evaluasi internal KPU menunjukkan perlunya waktu lebih panjang untuk memperbaiki daftar pemilih, maka KPU harus memutuskan untuk memperpanjang waktu penyusunan daftar pemilih," tuturnya. Fajar menambahkan, Pemilu masih delapan bulan lagi dilaksanakan sehingga tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak memperpanjang waktu penyusunan daftar pemilih, agar lebih akurat dan menjamin sebagian besar warga dapat menggunakan hak pilihnya. LP3ES pada 7 hingga 10 Agustus 2008 mengadakan audit terhadap DPS Pemilu 2009 dan menemukan sebanyak 79,2 persen calon pemilih telah terdaftar di DPS. Namun, dalam audit yang melibatkan 7.800 koresponden itu juga ditemukan hanya 7,3 persen pemilih yang mengetahui periode pengecekan nama dalam DPS pada 8-14 Agustus 2008. "Meskipun ini tidak buruk untuk sebuah tingkat pendaftaran DPS, namun sebanyak 20,8 persen pemilih masih harus diberi kesempatan untuk mencantumkan namanya dalam daftar pemilih," ungkapnya. Audit daftar pemilih, sebanyak 19,8 persen nama yang terdapat dalam daftar pemilih tidak lagi bertempat tinggal di alamat tersebut, baik secara permanen maupun dalam jangka waktu tertentu. Bahkan audit juga menemukan, sebanyak 3,3 persen nama yang tidak seharusnya tercantum dalam DPS tetapi masih ada dalam daftar, seperti pemilih yang telah meninggal dunia, nama dan alamat yang tidak dikenal, serta orang yang tidak memiliki hak pilih. Hal penting lain yang ditemukan dalam audit tersebut adalah masalah akurasi dalam DPS. Dari temuan audit, sebanyak 39,5 persen Nomor Induk Kependudukan (NIK) tergolong akurat, 67,9 persen nama pemilih telah akurat, 77,1 persen jenis kelamin akurat, 58,8 persen penulisan tanggal lahir yang akurat dan hanya 68,6 persen yang menuliskan alamat dengan akurat. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008