Jerusalem (ANTARA News) - Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Selasa, memperingatkan negaranya takkan melakukan penahanan diri, jika Lebanon berubah jadi negara Hizbullah. Olmert, yang mengunjungi markas Komando Front Dalam Negeri di Ramle, mengatakan Israel menghindari penggunaan senjata berat dalam Perang Lebanon Kedua karena Israel berperang melawan "sebuah kelompok teror (Hizbullah) dan bukan satu negara". Tetapi jika Lebanon berubaha jadi negara Hizbullah, Israel akan menghilangkan pembatasan itu, kata Olmert sebagaimana dikutip DPA dan Xinhua dari laporan harian lokal Jerusalem Post. Perdana Menteri Israel tersebut mengatakan kepada Komando Front Dalam Negeri bahwa jika perang (dengan Hizbullah) meletus lagi, "anda tampaknya akan memainkan peran inti, karena musuh-musuh kita juga akan mengincar kota-kota besar dan penduduknya". Pada 12 Agustus, parlemen Lebanon dengan suara bulat menyetujui kabinet persatuan nasional, setelah perdebatan lima-hari mengenai kebijakan kontroversial pemerintah yang menetapkan hak anggota Hizbullah untuk memiliki senjata. Kebijakan itu menegaskan "hak Lebanon, rakyatnya, tentaranya dan gerakan perlawanan (Hizbullah) untuk membebaskan tanahnya" yang diduduki oleh Israel, demikian laporan Jerusalem Post. Bekukan persetujuan Sementara itu dari Beirut dilaporkan kelompok pejuang Muslim Sunni membekukan persetujuannya dengan Hizbullah, hanya 24 jam setelah persetujuan tersebut diumumkan pada suatu taklimat di Beirut. Pada Senin, Hizbullah menandatangani nota persepahaman (MoU) dengan gerakan Salafi di Lebanon, yang menghimpun berbagai faksi pejuang Muslim Sunni. Tujuan yang termaktub dalam persetujuan itu ialah "untuk memelihara persatuan nasional dan mencegah penghasutan". Berbagai kelompok Salafi, Selasa, mengumumkan pembekuan MoU dengan Hizbullah untuk waktu yang tak ditetapkan. Sheikh Hassan Shahhal, yang menandatangani persetujuan tersebut Senin dengan anggota politbiro Hizbullah Ibrahim Amin As-Sayyed, pada Selasa mengumumkan pembekuan MoU itu selama menunggu "kondisi yang layak yang memungkinkan penerapannya". Sheikh Hassan mengelukan pengummuman tersebut setelah pertemuan dengan para pemimpin faksi Salafi yang diketuai oleh pemimpin tertinggi mereka Dai Al-Islam Ash-Shahal, yang telah mencela persetujuan dengan Hizbullah itu hanya dalam waktu beberapa menit setelah persetujuan tersebut diumumkan. Pembekuan itu diumumkan di kota Tripoli, Lebanon utara, pusat kekuatan gerakan Salafi. Dai tersebut, atau pengajak kepada kebaikan, pada Senin mengatakan kesepakatan itu menguntungkan Hizbullah dan pengikut Syiah. "Gerakan Salafi sepenuhnya menolak dokumen ini, dan siapa yang menandatanganinya tak berhak menyatakan diri sebagai anggota gerakan Salafi atau mewakilinya," kata Dai Al-Islam Ash-Shhal, yang sudah berusia lanjut. "Dokumen ini merugikan masyarakat Sunni dan akan berakhir secara sia-sia, dengan izin Tuhan. Mereka yang menandatanganinya tak memiliki pengaruh, dan siapa pun yang ingin meredam ketegangan mesti berbagai dengan kekuatan yang benar-benar ada," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2008