Moskow (ANTARA) - Kementerian Pertahanan Rusia, Sabtu, menyerang rencana AS untuk mempertahankan dan meningkatkan kehadiran militer Amerika di Suriah Timur sebagai "aksi bandit negara internasional" yang didorong oleh keinginan melindungi penyelundup minyak dan bukan oleh masalah keamanan nyata.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan pada Jumat (25/10), Washington akan mengirim kendaraan-kendaraan lapis baja dan tentara ke ladang-ladang minyak Suriah guna melindunginya agar tidak jatuh ke tangan para militan ISIS.
Komentarnya itu dikeluarkan setelah Presiden Donald Trump awal bulan ini menarik 1.000 personel militer AS ke luar wilayah timur laut Suriah, sebuah langkah yang mendorong Turki memasuki kawasan lintas batas membidik milisi YPG Kurdi, bekas sekutu AS melawan ISIS.
Keputusan Trump itu menimbulkan reaksi marah dari Kongres, termasuk anggota-anggota Republik yang melihat penarikan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap Kurdi dan langkah yang dapat mendorong kebangkitan ISIS.
Dalam sebu pernyataan, Kemhan Rusia mengatakan Washington tak memiliki mandat berdasarkan hukum internasional atau AS untuk meningkatkan kehadiran militernya di Suriah dan menyatakan rencananya tidak didorong oleh masalah keamanan nyata di kawasan.
"Karena itu aksi yang dilakukan Washington saat ini - menangkap dan mempertahankan kendali militer atas ladang-ladang minyak di bagian timur Suriah - adalah, sederhananya, bandit negara internasional," katanya dalam pernyataan itu.
Tentara AS dan perusahaan-perusahaan keamanan di bagian timur Suriah melindungi para penyelundup minyak yang dapat menghasilkan dana 30 juta per bulan, demikian pernyataan itu.
Rusia, yang mendukung Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan telah membantunya mengubah perang saudara berdarah, sudah lama menyatakan bahwa kehadiran militer AS di Suriah ilegal.
Sumber: Reuters
Baca juga: Turki tuntut AS serahkan komandan Kurdi Suriah
Baca juga: AS akan perkuat pasukan di dekat ladang minyak Suriah
Penerjemah: Mohamad Anthoni
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019