"Hingga tujuh hari ke depan suhu tinggi masih berpotensi terjadi, terutama di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: BMKG-Len kerja sama bangun 194 stasiun seismic
Dia mengatakan, kondisi suhu yang tinggi hingga cuaca terasa sangat panas tersebut lazim terjadi di periode akhir musim kemarau.
Penyebab cuaca panas tersebut karena posisi semu matahari saat ini sedang berada di sekitar equator, sehingga pemanasan dari sinar matahari maksimal.
Baca juga: BMKG imbau masyarakat batasi aktivitas di luar ruangan saat suhu panas
Saat ini juga, massa udara yang berada di atas Indonesia, khusus bagian selatan Indonesia berasal dari selatan yaitu Australia yang bersifat kering dan panas.
Massa udara yang kering dan panas tersebut menyebabkan sulitnya pertumbuhan awan. Karena awan minim (langit cerah), maka pemanasan dari sinar matahari langsung diterima bumi tanpa terhalang awan sehingga suhu makin naik.
Baca juga: BMKG imbau masyarakat waspadai fenomena suhu panas sepekan ke depan
Seperti diketahui pada bulan September, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan bumi selatan hingga Desember 2019.
Sehingga pada Oktober, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan yaitu Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagainya.
BMKG mencatat dalam 24 jam terakhir suhu tertinggi yang diamati BMKG tercatat 38,8 derajat Celcius di Jatiwangi Cirebon. Bahkan pada 24 Oktober 2019 suhu 39,6 derajat Celsius tercatat di daerah Ciputat, Jakarta Selatan.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019