Lombok (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pemerintah daerah masih mempunyai sejumlah kendala dalam penerbitan surat utang atau obligasi daerah yang bermanfaat untuk mendukung pembiayaan berbagai proyek pembangunan di tingkat provinsi maupun kabupaten kota.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen dalam temu media di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Jumat, mengatakan kendala tersebut salah satunya antara lain karena pemerintah daerah belum mempunyai unit pengelolaan utang.
"Pemda jarang yang mempunyai pengalaman atau berhutang ke swasta. Jadi mereka harus membentuk unit untuk pengelolaan utang, untuk keterbukaan informasi, membangun institusi dengan pemerintah dan berhubungan dengan investor," katanya.
Kemudian, ia menambahkan, kendala lainnya adalah pemerintah daerah belum mempunyai sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola pendanaan proyek infrastruktur yang berasal dari penerbitan surat utang atau obligasi daerah.
"Pemda masih butuh waktu, tapi mereka sudah mulai, dengan penyiapan kapasitas organisasi dan orang-orangnya, karena mereka menyadari untuk menjadi emiten, bukan hanya menyiapkan internal, tapi juga organisasi," kata Hoesen.
Baca juga: OJK: Pemda pelajari proyek yang dibiayai dari obligasi daerah
Selain itu, menurut dia, pemerintah daerah belum terbiasa dalam penyiapan proyek infrastruktur yang layak bangun, apalagi proyek itu harus mampu memberikan imbal balik kepada investor dan harus menjalani proses studi kelayakan terlebih dulu.
"Proyek tersebut harus profitable, karena ini nantinya harus dibayar kembali. Berarti proyek yang dibiayai harus feasible, dan ini membutuhkan waktu. Sekarang ini sudah ada bantuan dari OJK, Kemenkeu dan lembaga multilateral untuk membangun kapasitas di daerah," ujarnya.
Hal lain yang menghambat perkembangan obligasi daerah adalah mekanisme pengambilan keputusan yang lama pada tingkat parlemen daerah, padahal setelah itu, penerbitan surat utang ini harus dilaporkan kepada OJK untuk tahapan proses audit dan pemberian peringkat.
Hoesen mengakui semua kendala tersebut menyebabkan rencana penerbitan obligasi di daerah masih terhambat, apalagi obligasi daerah mempunyai sifat berbeda dengan penerbitan surat berharga negara yang bertujuan untuk menyeimbangkan neraca pemerintah.
"Secara natural, obligasi daerah beda dengan surat utang pemerintah yang untuk balance budget. Desain obligasi daerah adalah untuk proyek pembangunan yang dibiayai oleh obligasi, jadi obyeknya adalah proyek dan studi kelayakannya harus baik," katanya.
Baca juga: OJK : Pemerintah daerah dapat manfaatkan pasar modal untuk biayai pembangunan
Saat ini, OJK mencatat sejumlah pemerintah daerah sudah berkomitmen untuk menerbitkan obligasi daerah yakni Jawa Tengah yang sedang melalui tahapan pembahasan di DPRD dan DKI Jakarta yang baru membentuk tim internal.
Daerah lain seperti Jawa Barat juga sedang melalui tahapan pembentukan tim internal dan Aceh yang tvelah melakukan persiapan awal.
Penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu kebijakan strategis sehingga OJK terus melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dan telah menerbitkan tiga aturan mengenai obligasi daerah sejak 2017 untuk mewujudkan rencana ini.
Ikut hadir dalam kegiatan temu media ini Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi, Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Uriep Budhi Prasetyo dan Direktur Utama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Sunandar.
Baca juga: Ekonom sarankan pemerintah segera realisasikan obligasi daerah
Baca juga: BI minta transparansi pemda untuk menerbitkan obligasi
Pewarta: Satyagraha
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019