Denpasar (ANTARA News) - Usulan pengurangan hukuman bagi sembilan pelaku bom Bali 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005 kepada Menteri Hukum dan HAM, hingga berlangsung peringatan HUT ke-63 Kemerdekaan RI, Minggu, belum juga turun. Usulan tersebut meliputi lima terpidana pelaku bom Bali 12 Oktober 2002 dan empat orang dalam kasus bom Bali 1 Oktober 2005, kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar, Drs Yon Suharyono Bc.IP, SH, MSi, didampingi Kasi Registrasi I Made Suardana, SH di Kerobokan, Kabupaten Badung. Seusai mendampingi Gubernur Bali Drs Dewa Beratha menyerahkan pengurangan masa hukuman (remisi) kepada 371 napi setempat, disebutkan bahwa lima terpidana pelaku bom Bali I diusulkan masing-masing mendapatkan remisi lima bulan. Sedangkan empat pelaku bom Bali II diusulkan mendapat remisi masing-masing tiga bulan. Sesuai PP 28/2006, bagi napi teroris, narkotika dan korupsi, pemberian remisi dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM. Pelaku bom Bali I yang diusulkan mendapat remisi yakni Abdul Rauf, Junaedi Abdullah, Andi Hidyat, Andri Oktavia dan Maskur Abdul Kadir. Sedangkan pelaku bom Bali II yang diusulkan meliputi Dwi Widiyanto, Moh Olyly, Anif Solihin dan Abdul Aziz. Napi teroris yang menghuni Lapas Denpasar tercatat sebelas orang, dua di antaranya masih "dipinjam" Mabes Polri, namun statusnya tetap menjalani hukuman di Lapas Denpasar. Kedua terpidana seumur hidup itu masing-masing Ali Imron dan Mubarok, yang tidak berhak memperoleh remisi, ujar Yon Suharyono. Di antara terpidana pelaku bom Bali bertepatan peringatan HUT Kemerdekaan RI sebelumnya mendapat remisi, hanya saja surat keputusannya turun belakangan. "Untuk terpidana kasus bom, narkoba dan korupsi, selama ini memerlukan penelitian yang lebih seksama guna diberikan remisi. Karena itu SK nya biasanya turun belakangan," tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2008