Pekerjaan tersebut terbagi atas tiga tipe yaitu pengemudi online, freelancer online, dan agen fintechJakarta (ANTARA) - Praktisi yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Devi Ariyani menyatakan bahwa sekitar delapan juta pekerjaan yang ada di Indonesia dilakukan secara dalam jaringan (daring).
"Saat ini, di Indonesia, secara kasar diperkirakan terdapat sekitar delapan juta pekerjaan yang dilakukan secara online," kata Devi Ariyani dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Menurut Devi, pekerjaan tersebut pada dasarnya terbagi atas tiga tipe yaitu pengemudi online, freelancer online, dan agen financial technology (fintech).
Ia juga mengemukakan perubahan besar dalam pola hubungan kerja itu sayangnya belum diimbangi dengan berbagai regulasi yang ada.
Devi menjelaskan ada dua hal yang masih berpotensi menghambat, yaitu pertama regulasi ketenagakerjaan yang masih terlalu kaku untuk mengakomodasi hubungan tenaga kerja yang baru muncul akibat adanya kemajuan teknologi digital.
"Kedua, masih ada kekosongan aturan di Indonesia, sehingga para pekerja online ini belum dilindungi oleh aturan yang ada," katanya dan menambahkan perlu diperjelas skema pekerjaan daring tersebut.
Devi memaparkan hal yang perlu diperjelas antara lain apakah skema pekerjaan daring itu dikategorikan sebagai pekerja lepas harian atau kategori lainnya.
Serta perlu pula diatur rinci mengenai proses hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja.
Sebelumnya, mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan ekspor yang dilakukan melalui platform daring akan dapat menyelamatkan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terjadi saat ini.
"Satu hal yang pasti, kita akan bisa survive (bertahan) dengan apa yang tampaknya kecil tapi kalau dilakukan bersama-sama, yaitu penjualan (ekspor) melalui online, ini benar-benar membantu," katanya di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Baca juga: Mendag: Ekspor melalui platform online selamatkan ekonomi Indonesia
Menurut Enggar, saat ini Indonesia bersaing dengan seluruh dunia untuk merebut pasar yang ada. Namun, cara tradisional kini tidak lagi relevan digunakan karena memerlukan waktu lama.
Sedangkan hasil riset yang dilakukan oleh perusahaan logistik Paxel bekerja sama dengan lembaga riset Provetics, menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) lebih suka berjualan melalui media sosial dibandingkan menggunakan sarana konvensional lainnya.
"UKM di Indonesia terus berubah, dan sekarang kita harus lebih mengerti mereka ketimbang sepuluh tahun lalu," kata COO Paxel Zaldy Ilham Masita.
Ia mengungkapkan bahwa survei ini melibatkan 535 UKM penjual online di Indonesia, pada rentang waktu 29 Juli sampai 4 Agustus 2019.
Satu dari dua UKM penjual online yang disurvei adalah penjual makanan yang selama ini mengandalkan jasa logistik same day delivery seperti Paxel.
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa meski medsos Whatsapp dan Instagram jadi pilihan utama para penjual online, 87 persen dari mereka menggunakan lebih dari satu platform untuk memasarkan barang dagangannya.
"Paxel Buy & Send Insights juga menemukan bahwa kepemilikan toko fisik pada era digital tidak lagi relevan. Sebanyak 83 persen dari penjual online tidak memiliki toko fisik sebagai tempat berjualan. Ada sekitar 14 persen penjual online yang pernah memiliki toko fisik, kini telah menutupnya dan beralih sepenuhnya ke toko online," ucapnya.
Baca juga: Tumbuh pesat, Menkeu ingatkan perusahaan digital selalu waspada
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019