Medan (ANTARA News) - Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak, Mochamad Tjiptardjo, mengatakan sebagian kalangan berpendapat bahwa tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan yang mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara termasuk dalam tindak pidana korupsi.
"Dalam praktiknya sebagian jaksa menuntut perkara pidana dalam bidang perpajakan dengan pidana korupsi seperti kasus PT Galunggung Mega Sakti di PN Bandung. Sebaliknya, ada pula jaksa yang menuntut perkara serupa tetapi dengan pidana pajak, misalnya kasus PT Mega Radilam Mandiri di PN Cibinong," katanya di Medan, Sabtu.
Ia mengatakan, tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana khusus, mengingat jenis-jenis perbuatan serta pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan telah diatur tersendiri dalam undang-undang perpajakan yang merupakan ketentuan khusus (lex special).
Disamping itu, mengingat masalah perpajakan merupakan masalah yang rumit dan diperlukan keahlian khusus, maka akan lebih tepat apabila masalah tersebut ditangani oleh ahlinya.
"Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP) memberikan wewenang kepada PPNS Direktorat Jendral Pajak untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan," katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, dalam "self assessment" yang diterapkan di Indonesia, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang.
Untuk melaksanakannya, setiap wajib pajak mempunyai kewajiban antara lain mendaftrakan diri untuk mendapatkan nomor wajib pajak (NPWP) dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) serta menyelenggarakan pembukuan.
Namun, apabila kewajiban-kewajiban perpajakan tersebut tidak dilaksanakan, maka wajib pajak diancam dengan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Ketentuan pidana dalam bidang perpajakan yang menyangkut wajib pajak diatur dalam pasal 38, 39 dan 39A UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Ia juga menuturkan, penyidikan atas perkara tindak pidana di bidang perpajakan juga dapat dihentikan Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara.
Penghentian penyidikan hanya dapat dilakukan setelah wajib pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sesuai pasal 44B UU KUP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008