Jakarta (ANTARA) - Kualitas udara Jakarta pada Jumat pagi, masuk dalam kategori tidak sehat, berdasarkan informasi dari situs penyedia data polusi udara AirVisual.
Pada pukul 05.12 WIB kualitas udara Jakarta berstatus tidak sehat, dengan Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara sebesar 155 dengan konsentrasi parameter PM2.5 sebesar 63,3 µg/m³.
Dengan status ini Jakarta menempati peringkat ke-6 sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di antara kota-kota besar lainnya di dunia.
Jakarta berada di bawah Kota Karachi di Pakistan diperingkat ke-5, Bratislava di Slovakia peringkat ke-4, Dubai di Uni Emirat Arab peringkat ke-3, Delhi di India peringkat ke-2 dan Lahore di Pakistan peringkat pertama.
Pengukuran AirVisual terhadap kualitas udara dilakukan menggunakan PM (particulate metter) 2,5 artinya pengukuran debu berukuran 2,5 mikron berdasarkan US AQI.
Sementara itu kualitas udara paling tidak sehat di wilayah DKI Jakarta berdasarkan AirVisual terpantau di kawasan Kedutaan Besar Amerika Utara Jakarta, di angka 169 menurut parameter US Air Quality Index (AQI US) atau dengan parameter konsentrasi polusi PM 2.5 sebesar 90 µg/m³.
Peringkat kedua wilayah dengan kualitas udara terburuk berada di AHP-Capital Place di angka 165 atau dengan parameter konsentrasi polusi PM 2.5 sebesar 85,9 µg/m³.
AirVisual juga mengukur suhu dan kelembaban udara di wilayah Jakarta dengan suhu minimun 25 derajat celius, kelembaban 78 persen, dan kecepatan angin 3,6 kilometer (km) perjam.
Pemerintah DKI Jakarta telah merespons permasalahan polusi udara dengan mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara di Ibu Kota.
Instruksi tersebut selanjutnya diimplementasikan melalui kebijakan perluasan wilayah rekayasa lalu lintas ganjil-genap guna menekan populasi kendaraan sebagai salah satu pemicu polusi.
DKI juga melakukan uji emisi secara rutin hingga membatasi usia pakai kendaraan yang akan melintas di wilayah setempat.
Selain itu, Pemprov DKI juga mengintensifkan pengawasan terhadap pabrik yang berpotensi melanggar aturan lingkungan hingga mengintensifkan penghijauan di sejumlah titik kawasan.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019