Pada periode sebelumnya Jokowi komitmen dia dalam kesetaraan gender terlihat,
Jakarta (ANTARA) - Berkurangnya jumlah menteri perempuan pada Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) dibandingkan dengan Kabinet Kerja (2014-2019) yang sama-sama dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, telah menunjukkan komitmen kesetaraan gender lemah.
Hal itu dikatakan oleh peneliti di Cakra Wikara Indonesia Anna Margret di Jakarta, Kamis.
Pada Kabient Indonesia Maju hanya ada lima menteri perempuan, diantaranya tiga menteri petahana dan dua menteri baru.
Sementara pada Kabinet Kerja ada sembilan menteri perempuan, kemudian pada perjalanannya Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengundurkan diri karena ingin maju menjadi gubernur Jawa Timur, sehingga tinggal delapan menteri perempuan pada Kabinet Kerja.
"Pada periode sebelumnya Jokowi komitmen dia dalam kesetaraan gender terlihat, mendengarkan masukan-masukan untuk memasukkan beberapa perempuan dalam kabinetnya. Lalu sekarang dari lima menteri hanya ada dua menteri perempuan baru," jelas Anna.
Baca juga: Berspektif gender, Menaker Ida diharap atasi masalah PMI perempuan
Dua menteri baru tersebut adalah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Idealnya pemilihan menteri adalah hak perogatif presiden, namun pada praktiknya bisa saja nama-nama menteri yang masuk juga dipengaruhi oleh partai.
Anna mempertanyakan rekrutmen dari menteri-menteri itu apakah kabinet saat ini lebih sarat kompromi dan negosiasi politik ketimbang dengan kesedaran dan komitmen untuk hal yang lebih baik.
Baca juga: Bintang Puspayoga, dari ASN jadi Menteri PPPA
Sementara itu Komisioner Komnas Perempuan Khariroh Ali menyayangkan berkurangnya menteri perempuan dalam kabinet baru ini.
"Harusnya jumlah perempuan bisa melebihi jumlah menteri perempuan yang ada di kabinet sebelumnya. Mencari perempuan yang mumpuni kan tidak sulit," kata dia.
Menurut dia penyusunan kabinet Indonesia maju tidak memperhatikan representasi perempuan.
"Kalau mau sebut Indonesia sebagai negara demokrasi maka soal representasi perempuan baik di parlemen, eksekutif juga yudikatif juga harus diperhatikan," tambah dia.
Baca juga: Jokowi-Ma'ruf lima tahun ke depan
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019