Konsumsi masih bagus khususnya konsumsi rumah tangga
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2019 atau sepanjang Juli-September 2019 sebesar 5,05 persen dibandingkan periode sama 2018 (year on year/yoy) atau lebih lambat dibanding perkiraan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen (yoy).
Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, menjelaskan pada kuartal III dan IV 2019, pertumbuhan ekonomi domestik menemui banyak tantangan. Stimulus yang bisa mendongkrak konsumsi dan permintaan seperti yang terjadi pada kuartal I dan II, tidak terjadi lagi untuk mengakselerasi pergerakan ekonomi.
Stimulus yang dimaksud Perry tersebut adalah rangkaian kampanye dan Pemilu Presiden-Legislatif pada kuartal I dan II 2019 yang mendongkrak pertumbuhan Lembaga Non-Profit Pertumbuhan Rumah Tangga (LNPRT) sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi. Di kuartal I dan II, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen (yoy) dan 5,05 persen (yoy).
Namun, menurut Perry, konsumsi domestik pada kuartal III masih relatif bagus sehingga mampu menahan melambatnya pertumbuhan ekonomi hingga ke bawah 5,0 persen.
Baca juga: Ekonom: Menteri ekonomi harus cegah pertumbuhan di bawah lima persen
"Konsumsi masih bagus khususnya konsumsi rumah tangga. Masalahnya di kuartal III dan IV tidak ada lagi pengeluaran dari pemilu. Dengan tidak adanya faktor LNPRT itu, maka konsusmi rumah tangga berasal dari pendapatan, dari golongan menengah," ujar dia.
Di kuartal IV 2019, Perry meyakini pertumbuhan ekonomi akan semakin terungkit. Hal itu disebabkan berakhirnya masa ketidakpastian politik sejalan dengan selesainya penentuan anggota Kabinet yang akan mendampingi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Dengan begitu, para investor dan pelaku usaha diharapkan bisa langsung "tancap gas" melanjutkan kegiatan ekonominya.
Maka dari itu, untuk keseluruhan tahun 2019, Bank Sentral memproyeksikan pertumbuhan ekonomi masih di rentang 5,0-5,4 persen (yoy). Namun akan berada di bagian bawah rentang tersebut, di sekitar 5,1 persen (yoy).
Baca juga: Indef: Pertumbuhan ekonomi merata syarat keluar jebakan kelas menengah
Selain itu, penurunan suku bunga acuan yang sebesar satu persen hingga menjadi lima persen saat ini, diharapkan dapat memacu permintaan masyarakat. Perry mengatakan stimulus pelonggaran suku bunga tersebut akan melengkapi pelonggaran kebijakan makroprudensial yang, diklaim dia, telah meningkatkan suplai likuiditas terhadap perekonomian.
"Kami masih melihat pertumbuhan kredit perbankan akan sebesar 10-12 persen (yoy)," ujar dia.
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang masih moderat, BI melihat defisit neraca transaksi berjalan masih berada di rentang 2,5-3 persen Produk Domestik Bruto dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang surplus.
Baca juga: Mengintip stagnasi pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019