Jakarta, (ANTARA News) - Sejumlah anggota Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) DPR menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memanfaatkan pidato kenegaraan sebagai ajang kampanye politik. Penilaian tersebut antara lain dikemukakan Andreas H Pareira, Tjahjo Kumolo, dan Aria Bima, menanggapi isi pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Yudhoyono pada Sidang Paripurna DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat. "SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) memanfaatkan pidato kenegaraan lebih untuk kampanye, bukan untuk menyampaikan pertanggungjawaban sebagai eksekutif. Mestinya Presiden meyampaikan keberhasilan, ketidakberhasilan dan tantangan pembangunan secara berimbang," kata Andreas Pareira yang juga anggota Komisi I DPR. Padahal, menurut dia, penyampaian secara seimbang itu penting, sebagai refleksi terhadap pemerintahannya. "Misalnya, rakyat toh tidak merasakan klaim menurunnya tingkat kemiskinan seperti yang disampaikan Presiden, karena tidak sesuai realita sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat, di mana kemiskinan riil meningkat drastis setelah kenaikan harga BBM," ungkapnya. Sebelumnya, Tjahjo Kumolo yang juga Ketua Fraksi PDIP DPR juga berpendapat senada. Tjahjo mengatakan, pidato Presiden Yudhoyono mengenai RAPBN 2009 sangat bernuansa kampanye politik dan kurang melihat realitas di masyarakat. Seharusnya, katanya, kemampuan Pemerintah lebih berdaya untuk menyejahterakan rakyatnya dan mampu menjawab dengan tepat kenapa harga BBM bersubsidi tidak diturunkan. "Ini yang tidak dijelaskan, termasuk kegagalan beberapa program prioritas tadi untuk mendukung investasi, seperti penghematan energi listrik, konversi energi dan seterusnya," ujar Tjahjo Kumolo. Sementara itu, Aria Bima yang juga anggota Komisi VII DPR menyoroti tingginya optimisme pertumbuhan ekonomi dalam pidato presiden, tetapi ternyata tidak mampu menggerakkan sektor riil dan pemberantasan kemiskinan. Fraksi PDI Perjuangan juga menyimpulkan, pidato kenegaraan kali ini tidak jujur mengekspresikan terjadinya kegagalan pengelolaan pemerintahan dan pelayan publik, sebagaimana kasus di seputar kenaikan harga BBM yang coba diimbangi dengan program penghematan energi listrik, maupun konversi energi.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008