Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Pembangunan Belanja Negara (RAPBN) 2009 tetap di atas enam persen, tepatnya 6,2 persen. "Meskipun tahun 2008, ditengah tekanan eksternal yang bertubi-tubi, kita telah berhasil menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi di atas enam persen, selama tujuh triwulan berturut-turut," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan RUU APBN 2009 beserta Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna DPR-RI di Gedung MPR-DPR, di Jakarta, Jumat Bahkan, kata Kepala Negara, Produk Domestik Bruto Non Migas, telah tumbuh mendekati tujuh persen pada tahun lalu. Kemudian, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,5 persen pada 2006 menjadi 6,3 persen pada 2007. "Tingkat pertumbuhan ini dicapai ditengah tekanan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan melonjaknya harga pangan dan energi," katanya. Tidak hanya itu, Presiden menggarisbawahi, pada semester I 2008, Indonesia tetap bisa menjaga momentum ini dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6,4 persen. "Ini merupakan laju pertumbuhan tertinggi setelah krisis ekonomi 1998," katanya. Presiden juga menyatakan kegembiraannya bahwa sumber pertumbuhan ekonomi di tanah air makin berimbang, investasi telah pulih, ekspornya tumbuh signifikan dan konsumsi masyarakat tetap tumbuh sehat. Kepala negara juga menjamin bahwa dengan serangkaian reformasi ekonomi, seperti perbaikan iklim investasi dan amandemen Undang-Undang Perpajakan, momentum itu akan terus berlanjut. "Insya Allah, dalam waktu dekat, laju pertumbuhan ekonomi kita akan kembali pada prestasi yang pernah kita alami selama 30 tahun sebelum krisis ekonomi," katanya. Presiden juga menyebutkan hal menggembirakan lainnya adalah, selain cadangan devisa terus meningkat, Indonesia juga telah membayar lunas seluruh utang luar negeri kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Tanpa merinci kapan utang kepada IMF tersebut dilunasi oleh Indonesia, ia menyebut untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, cadangan devisa pada Juli 2008 telah mencapai 60 miliar dolar AS. "Ini makin memperkokoh dasar-dasar perekonomian nasional dan menambah kepercayaan dunia usaha pada khususnya dan publik pada umumnya," katanya. Ia merinci, dari sisi sektor riil, pertumbuhan yang terjadi disumbang oleh berbagai sektor ekonomi antara lain program revitalisasi pertanian selama tiga tahun terakhir yang disokong oleh percepatan penyediaan infrastruktur. Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur itu sendiri, pemerintah menempuh beberapa jalur utama. Pertama, anggaran pemerintah untuk infrastruktur ditingkatkan dari Rp21,9 triliun pada 2005 menjadi Rp58 triliun pada tahun 2008 atau naik 165 persen, katanya. Peningkatan tersebut memungkinkan penyelesaian beberapa proyek besar seperti Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara dan Bandara Hasanudin di Sulawesi Selatan. Jalur kedua, dilakukan dengan pemberian jaminan kepada BUMN, khususnya PLN untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik di seluruh Indonesia. Program 10 ribu MW diharapkan secara bertahap akan menghilangkan krisis pasokan listrik di semua belahan Nusantara. "Insya Allah, mulai pertengahan 2009, krisis listrik di Jawa - Bali, akan mulai teratasi. Program ini, juga diharapkan akan mengurangi ketergantungan PLN terhadap BBM. Rasio elektrifikasi pun dapat meningkat. Alhamdulillah, saat ini, rasio desa berlistrik telah mencapai sebesar 91,9 persen," katanya.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008