Jumlah lulusan terus bertambah, tapi yang menyerap tidak ada

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Fikri Faqih mengatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan menghadapi banyak persoalan pendidikan.

"Ini bukan sekadar kursi menteri yang akan diduduki mas Nadiem, tapi juga meja dengan setumpuk pekerjaan rumah di depannya," ujar Fikri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Salah satu yang menjadi tugas berat Nadiem dan diamanahkan langsung oleh Presiden Jokowi adalah sektor pendidikan dan peningkatan kualitas SDM, khususnya menghadapi dunia kerja.

Baca juga: Nadiem, Mas Menteri yang ingin tetap jadi murid

Baca juga: Ketua Forum Rektor nantikan pemikiran "out of the box" Nadiem Makarim

Selain itu, kemampuan dasar anak-anak Indonesia harus terus dibangun, mulai dari pendidikan usia dini dan pendidikan dasar. Terutama untuk meningkatkan kemampuan literasi, matematika, dan sains, sehingga menjadi pijakan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Fikri menilai pemerintah menyadari ada target yang meleset dalam program pemerintah lima tahun ke belakang. Terutama terkait revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai solusi untuk menciptakan SDM siap kerja, sekaligus menekan angka pengangguran.

Pasalnya diketahui, jumlah pengangguran dari kalangan lulusan SMK masih cukup besar.

FIkri mensinyalir hal itu karena minimnya daya serap lapangan kerja yang cukup bagi lulusan SMK yang digenjot selama lima tahun terakhir.

"Jumlah lulusan terus bertambah, tapi yang menyerap tidak ada, karena tidak ada koneksi, kesesuaian antara kebutuhan di industri dengan jurusan yang tersedia," kata dia.

Fikri juga meminta Mendikbud baru untuk mendata berapa jumlah kebutuhan industri sebenarnya, baru kemudian jurusan yang sesuai dibuka untuk jenjang SMK.

Selain masalah SMK, menurut Fikri masih terdapat kesenjangan kesempatan bersekolah dan menikmati infrastruktur pendidikan yang sudah digelontorkan APBN dalam lima tahun terakhir.

Data Panitia Kerja Sarpras pendidikan dasar dan menengah di Komisi X DPR pada 2018 menemukan masih terdapat 1,3 juta ruang kelas (75 persen dari total 1,8 juta) di seluruh Indonesia yang rusak.

Kemudian masalah pemerataan juga menjadi persoalan tersendiri. Menurut data neraca pendidikan daerah 2016 oleh Kemendikbud, anggaran pendidikan dalam APBD hanya dianggarkan kurang dari 10 persen di 33 provinsi.

Belum lagi soal jutaan anak di Indonesia yang putus sekolah. Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2019 mencatat, saat ini masih terdapat 4,5 juta anak di Indonesia putus sekolah.

Selain itu, juga terkait dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. HIngga saat ini, rencana induk pendidikan belum ada, ujarnya.

Baca juga: Pemerhati: Mendikbud baru, digitalisasi pendidikan makin baik

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019