pada kalimat “Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang” perlu direvisi menjadi “Kendaraan Bermotor Angkutan Barang” saja.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowarno menilai perlu ada revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan terutama terkait aturan mengenai angkutan barang untuk mengatasi pelanggaran kelebihan dimensi dan muatan (ODOL).
Djoko dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menuturkan Pasal 307 UU 22/2019 perlu disesuaikan, yakni pada kalimat “Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang” perlu direvisi menjadi “Kendaraan Bermotor Angkutan Barang” saja,.
“Jadi ketentuan pidana dapat dikenakan baik terhadap kendaraan barang umum maupun perseorangan,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, besaran denda diusulkan dihitung pada nilai maksimal dengan prinsip membebankan nilai kerugian per kilometer untuk tiap ton lebih muatan dan nilai denda dihitung secara akumulasi.
Djoko juga menilai perlu ada revisi terhadap ketentuan mengenai kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yaitu ketentuan harus didampingi petugas Polri dalam melaksanakan pengawasan muatan angkutan barang di jalan.
Baca juga: Truk Galian C akan dilarang melintas di Tol Cipularang KM 92
Di samping itu, ia menuturkan, dalam hal sistem pengawasan, mengkaji ulang lokasi UPPKB secara komprehensif sesuai dengan dengan perkembangan jaringan jalan sehingga seluruh mobil barang dapat tersaring oleh Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB).
“Layout UPPKB yang ada saat ini sudah tidak relevan sehingga perlu ditinjau ulang, sehingga mampu mendukung proses penindakan pelanggaran,” katanya.
Dia menambahkan kondisi fasilitas dan peralatan penimbangan di UPPKB perlu renovasi dan penggantian, sehingga dapat mendukung pengawasan muatan seiring dengan pertumbuhan volume lalu lintas mobil barang.
“Untuk kasus pelanggaran kelebihan muatan, maka kendaraan dilarang melanjutkan perjalanan dan diberlakukan tindakan kepada pengangkut atau pemilik barang untuk wajib memindahkan kelebihan muatan ke kendaraan lain dan tidak boleh diturunkan di area UPPKB,” katanya.
Djoko menambahkan sumber daya manusia UPPKB perlu ditingkatkan kualitasnya dengan memiliki kompetensi di bidang tugasnya.
“Diperlukan perangkat Teknologi Informasi yang mendukung di setiap UPPKB, sehingga sistem pendataan dan pemantaun kinerja UPPKB dapat diwujudkan,” katanya.
Menurut dia, pengawasan juga tidak boleh tebang pilih dan harus menyeluruh di mana berdasrkan hasil survey muatan lebih di tujuh UPPKB (Widodaren, Widang, Wanareja, Losarang, Semadan, Senawar dan Sarolangun) yang berada di Jawa dan Sumatera, hasilnya mencatat komoditas pupuk, semen, pasir, sawit, kayu, besi, karet diangkut dengan muatan lebih. BUMN yang melanggar batas muatan lebih itu adalah PT Semen Gresik, PT Petrokimia Gresik, PT Semen Indonesia, PT Semen Padang.
“Sudah ada imbauan tertulis dari Kemenhub ke BUMN tersebut dan Meneg. BUMN supaya mengangkut sesuai aturan yang berlaku. Namun hingga kini belum ditaati, karena belum ada larangan tertulis dari Menteri BUMN,” katanya.
Baca juga: Jasa Marga: 70 persen truk di Tol Surabaya-Mojokorto langgar ODOL
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019