tetap mendukung kebijakan penenggelaman kapal asing yang memasuki wilayah Indonesia dan mencuri kekayaan alam Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Sebagai mantan Ketua Komisi IV DPR RI yang juga membawahi sektor kelautan dan perikanan, Edhy Prabowo tentu tidak asing dengan berbagai berbagai kebijakan yang telah ditelurkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti.

Tidak heran bila pengamat perikanan Abdul Halim menyatakan bahwa Edhy Prabowo merupakan sosok yang dinilai akan cepat beradaptasi dalam menggantikan peran Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.

"Dengan pengalaman yang dimiliki Pak Edhy sebagai Ketua Komisi IV DPR RI periode 2014-2019 yang salah satunya membidani urusan kelautan dan perikanan, beliau diharapkan tidak memerlukan waktu lama untuk beradaptasi dan berkoordinasi dengan internal kementeriannya (KKP)," katanya.

Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu menyatakan bahwa Edhy Prabowo dalam peran barunya harus fokus dalam sejumlah hal, antara lain memulihkan kepercayaan mesin birokrasi di internal KKP.

Hal tersebut, merupakan hal yang penting agar KKP dapat bekerja sebagai sistem yang solid dan terkoordinasi dengan baik guna menyelesaikan amanah UUD 1945 dan regulasi turunannya.

Sejumlah peraturan perundang-undangan yang perlu untuk benar-benar diselesaikan beberapa amanahnya terkait sektor kelautan antara lain UU No 45/2009 tentang Perikanan dan UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Selain itu, ujar dia, Edhy Prabowo juga harus dapat memperkuat capaian Menteri Susi dalam konteks menghadirkan tata kelola kelautan dan perikanan yang berkelanjutan serta bertanggung jawab baik dari hulu hingga ke hilir dari sektor kelautan dan perikanan serta kemaritiman nasional.

Baca juga: Pusat Kajian Maritim: Edhy Prabowo harus dorong partisipasi nelayan

Kebijakan signifikan
Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan, lelaki kelahiran Muara Enim, Sumatera Selatan, 24 Desember 1972 itu juga harus dapat melanjutkan kebijakan signifikan yang telah ditelurkan pada era Menteri Susi

Abdi yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia itu memaparkan, beberapa kebijakan yang signifikan antara lain adalah illegal fishing atau pemberantasan penangkapan ikan ilegal.

Selain itu, ujar dia, kebijakan lainnya yang signifikan dan positif yang tercetus oleh Menteri Susi adalah moratorium kapal asing penangkap ikan dan pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan (SKPT).

Pembangunan SKPT, ujar dia, merupakan hal yang penting agar dapat terjadi pemerataan pembangunan ke depannya.

Edhy Prabowo diminta juga dapat meningkatkan investasi dan ekspor perikanan, merealisasikan industrialisasi perikanan di luar Jawa, meningkatkan PNBP dari jasa kelautan seperti pemanfataan pesisir dan pulau-pulau kecil dan konservasi, serta mengimplementasikan kebijakan perlindungan bagi awak perikanan serta nelayan kecil.

Penting pula, untuk memperbaiki tata niaga garam, salah satunya dengan penetapan harga garam yang menguntungkan petambak garam dan menghentikan impor garam.

Sedangkan untuk skema bantuan kapal, masih menurut dia, juga selayaknya untuk dievaluasi dan sebaiknya dapat diserahkan ke daerah melalui Dana Tugas Perbantuan atau Dana Alokasi Khusus terutama untuk kapal berukuran di bawah 10 GT.

Baca juga: Gantikan Susi, Edhy Prabowo diminta lanjutkan berantas IUU Fishing

Libatkan nelayan
Edhy yang berasal dari parpol Gerindra itu juga diminta agar dapat partisipasi nelayan kecil dalam rangka melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan sektor kelautan dan perikanan nasional.

KKP ke depannya diminta dapat memaksimalkan kerja-kerja diplomasi luar negeri dalam rangka melindungi kepentingan nasional di bidang kelautan dan perikanan, khususnya berkaitan dengan upaya negara dalam melindungi serta memberdayakan nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir.

Sebelumnya terkait dengan nelayan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, pengembangan industri ekstraktif di Tanah Air dinilai tidak akan menjamin tingkat kesejahteraan nelayan Nusantara yang melaut di berbagai daerah.

Susan memaparkan, Pusat Data dan Informasi Kiara mencatat bahwa sepanjang tahun 2019 terjadi peningkatan jumlah proyek properti, ekstraktif, dan pariwisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki kecenderungan merampas ruang hidup masyarakat bahari Indonesia.

Pada tahun 2019, masih menurut dia, proyek reklamasi meningkat menjadi 40 wilayah. Proyek tambang pesisir serta pulau-pulau kecil juga bertambah menjadi 26 lokasi, setelah sebelumnya hanya ada di 21 lokasi.

Susan mengingatkan bahwa sekitar 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional adalah mereka yang menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan.

Lampaui Susi
Untuk itu, Susan juga menginginkan agar kinerja Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan harus dapat melampaui berbagai pencapaian yang diperoleh Susi Pudjiastuti.

"Pertama urusannya harus melampaui apa yang dibuat Menteri Susi, tidak ada lagi sekadar penenggalaman kapal, tetapi harus membangun tata kelola keamanan laut yang terintegrasi," kata Susan Herawati di Jakarta, Rabu.

Untuk itu, ujar Susan, Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan baru juga harus fokus kepada kebijakan yang dapat meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bahari.

Menurut Sekjen Kiara, Edhy Prabowo harus bisa menjadikan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat pesisir sebagai poin utama dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Pada Jumat (18/10), Menteri Susi telah berpesan agar agar Peraturan Presiden (Perpres) No.44 tahun 2016 terus dijaga dan jangan sampai direvisi agar laut Indonesia tetap menjadi milik bangsa Indonesia saja.

"Sebuah Perpres yang harus seterusnya dijaga tidak boleh sampai direvisi karena di situlah laut masa depan bangsa berarti bangsa itu adalah kita milik, kita saja," kata Susi.

Menteri Susi mengakui bahwa para pemain ilegal unreported and unregulated (IUU) fishing tetap gigih untuk mengadakan perlawanan dengan mengetuk semua pemangku kepentingan, demi mengubah kebijakan tersebut.

Kelahiran Perpres No 44/2016 itu lahir antara lain dari usulan Menteri Susi agar investasi asing pada usaha perikanan tangkap dapat dilarang. Dengan kata lain, modal usaha penangkapan ikan 100 persen harus berasal dari dalam negeri. Sebaliknya untuk menarik masuk investasi, asing diperbolehkan berinvestasi hingga 100 persen pada usaha pengolahan ikan.

Baca juga: Gantikan Susi, pengamat sebut Edhy Prabowo harus cepat adaptasi

Pertahankan kedaulatan
Menteri Susi juga menegaskan kedaulatan laut Indonesia harus dipertahankan karena tanpa kedaulatan, semua rencana dan aksi yang akan dibuat akan terganggu oleh intervensi dan komplain dari pihak-pihak yang tidak senang.

Menurut Menteri Susi, kondisi perairan dan perikanan Indonesia kompleks dan luar biasa persoalannya, bukan hanya sekedar masalah pencurian ikan.

Menteri Susi dalam sejumlah kesempatan menyatakan, aktivitas kejahatan perikanan yang terjadi di Indonesia dan banyak negara lainnya juga mengancam berbagai aspek kemanusiaan yang harus segera diatasi secara global.

Menurut dia, aktivitas penangkapan ikan akan mengancam kemanusiaan global antara lain karena terkait pula dengan kejahatan keji lainnya seperti perbudakan. Terdapat pula tindak pencurian ikan yang juga terkait dengan perdagangan satwa langka serta hingga penyelundupan senjata api dan narkoba.

Menteri Susi juga berpendapat bahwa tindak pidana sektor perikanan merupakan aktivitas kejahatan yang dinilai menguntungkan karena kerap dapat menghindari pajak seperti dengan melakukan alih muatan di tengah laut, sehingga bisa mengurangi beban biaya lebih besar lagi.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI menekankan pentingnya pula untuk berkolaborasi secara internasional dengan berbagai negara dalam rangka mengatasi kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.

Baca juga: Susi Pudjiastuti sebut perdagangan komoditi perikanan surplus

Dukung penenggelaman
Saat menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo dalam sejumlah kesempatan menyatakan bahwa pihaknya mendukung kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan yang melakukan aksinya di kawasan perairan nasional dan merugikan Republik Indonesia.

"Kami tegaskan bahwa Komisi IV tetap mendukung kebijakan penenggelaman kapal asing yang memasuki wilayah Indonesia dan mencuri kekayaan alam Indonesia," kata Edhy di Jakarta, 11 Januari 2018 lalu.

Menurut Edhy ketika itu, terkait kebijakan menenggelamkan kapal asing, semangatnya Menteri Susi adalah untuk melindungi sumber daya alam nasional, selain itu melindungi kekayaan negara dari asing pihak asing.

Hal tersebut, lanjutnya, perlu untuk segera didukung oleh berbagai pihak.

Dia berpendapat bahwa penenggelaman kapal asing yang terbukti mencuri kekayaan alam Indonesia itu berdampak baik kepada nelayan serta menimbulkan efek jera.

Dengan semangat dan tekad demikian maka diharapkan ke depannya kegiatan pemberantasan penangkapan ikan ilegal juga akan terus berlanjut hingga hilang sepenuhnya.

Baca juga: Hari terakhir, Menteri Susi: Kedaulatan harus terus dipertahankan
Baca juga: Susi Pudjiastuti suarakan pemberantasan illegal fishing sejak 2005

Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019