"Terkait air di sumur yang tampak mendidih di Passo, kami sudah meninjau ke lokasi. Diduga air yang tampak bergolak tersebut akibat adanya pelepasan udara atau gas dari pori-pori tanah," kata Peneliti P2LD LIPI Fareza Sasongko Yuwono, di Ambon, Selasa.
Sebelumnya pada 21 Oktober 2019, air sumur keluarga Lukmetiabla di Desa Passo dilaporkan bergolak dan mengeluarkan gelembung. Peristiwa ini sudah keempat kalinya terjadi.
Kejadian yang sama pernah terjadi dua kali sebelum gempa tektonik magnitudo 6,5 mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya.
Viralnya video fenomena ini memunculkan banyak spekulasi dan kepanikan masyarakat, mereka mengaitkannya dengan kemungkinan akan ada gempa besar lagi.
Menanggapi hal ini, Fareza mengatakan air sumur bergolak dan tampak mengeluarkan gelembung disebabkan oleh pemadatan tanah, yang mana pori-pori tanah menjadi semakin kecil membuat udara maupun air yang mengisinya terpaksa ke luar.
Fenomena ini bisa dipicu oleh guncangan gempa, tapi ada juga yang terjadi bukan karena peristiwa gempa, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai prediksi atau pertanda khusus dalam kegempaan, sebab secara ilmiah belum bisa dibuktikan.
Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak panik dan khawatir dengan fenomena air sumur yang bergolak dan mengeluarkan gelembung.
"Ke luarnya udara atau gas dapat terjadi karena tekanan pori-pori meningkat, misalnya ketika tanah terjadi pemadatan. Fenomena semacam ini bisa terjadi akibat gempa tapi bisa juga bukan karena gempa, sehingga tidak dapat digunakan sebagai prediksi akan datangnya gempa," terang Fareza.
Ahli geologi ini juga mengklarifikasi bahwa tidak benar air sumur warga Passo yang tampak bergolak itu mendidih, sebagaimana informasi yang beredar di kalangan masyarakat, karena setelah diperiksa suhu air sumur tersebut normal.
"Kalau mendidih setidaknya suhunya 100 derajat Celcius seperti yang terjadi di Desa Oma, Kecamatan Haruku. Setelah kami cek air sumur tersebut suhunya normal, jernih dan tidak berbau," ucapnya.
Dikatakannya lagi, gempa bisa terjadi secara tiba-tiba dan hingga kini belum ada penelitian maupun teknologi yang bisa memprediksi akan terjadi peristiwa gempa secara tepat, baik melalui tanda-tanda khusus maupun fenomena alam.
Masyarakat yang mendiami wilayah berpotensi gempa seperti Pulau Ambon harus senantiasa waspada, sehingga bisa siap siaga bila sewaktu-waktu terjadi bencana gempa.
"Kita kan sudah tahu bahwa daerah kita di Pulau Ambon memang berpotensi untuk gempa, maka kita sebagai masyarakat harus tetap waspada dan siap siaga bila sewaktu-waktu ada gempa," imbuh Fahreza.
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019