"Ya sudah beberapa tahun ini kami mendapat pekerjaan sampingan dan tambahan penghasilan dengan merangkai bahan kayu lapis dari perusahaan kayu lapis di desa ini," kata Fatimah, salah seorang ibu rumah tangga di Desa Sarang Burung, Selasa.
Ia bersama ibu rumah tangga lainnya di daerah itu setiap hari bekerja sampingan tersebut, dan sesekali dibantu oleh suami masing-masing.
"Ini pekerjaan sampingan yang diperuntukkan bagi ibu-ibu di sini, kalau para suami hanya membantu, mereka bekerja di tempat lain, bertani , dagang atau nelayan," kata ibu dua anak itu.
Desa Sarang Burung berlokasi di sisi aliran Sungai Batanghari yang berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Jambi dan sekitar 15 kilometer dari Sengeti, ibu kota Kabupaten Muarojambi.
Lebih dari 20 saung atau bangunan tempat merangkai lapisan kayu lapis itu berdiri di jalan di Desa Sarang Burung itu. Rata-rata setiap kelompok itu mempekerjakan lebih dari lima orang ibu rumah tangga.
Kayu-kayu yang telah diolah menjadi bentuk tipis-tipis itu kemudian dikerat dengan menggunakan pisau ukuran besar dengan ukuran panjang semeter dan lebar 15 centimeter. Kemudian kayu-kayu itu direkat dengan lakban khusus berukuran tipis untuk disatukan sehingga panjangnya lebih dari semeter.
"Bahan kayu ini untuk lapisan bagian tengah dari kayu lapis atau jenis tripleks ini, kami hanya mengolah kayu ini saja untuk bagian tengahnya, sedangkan pekerjaan akhirnya di perusahaan itu," kata Fatimah.
Untuk satu lembar kayu lapis yang dirangkainya sekitar 1,5 meter, ia diupah seharga Rp1.500. Dalam sehari para ibu rumah tangga itu bisa menghasilkan 30 hingga 50 rangkaian kayu yang mereka rangkai.
"Lumayan untuk uang tambahan bagi ibu-ibu di sini. Dan kami tidak terbebani, setelah mengurus keluarga siangnya kami bekerja di sini," katanya.
Bahan bakunya sendiri diantarkan oleh perusahaan kayu lapis itu, kemudian hasilnya juga ditarik kembali oleh pegawai dari perusahaan itu.
Pada siang hari, bangunan tempat mereka beraktivitas yang berjejer di pinggir jalan Desa Sarang Burung tersebut ramai oleh ibu-ibu. Namun demikian belum ada yang memanfaatkan limbah dari kayu yang terbuang itu untuk dijadikan kerajinan atau barang lainnya.
"Tidak ada, kami fokus pada merangkai ini saja," kata Fatimah yang diiyakan oleh beberapa orang ibu rumah tangga lainnya di tempat itu.
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019