Beijing (ANTARA News) - Bayangkan jika Michael Phelps harus berenang di kolam yang buruk, atau William bersaudara bermain tenis saat ada angin topan. Kekacauan yang sama bisa saja dialami oleh para pebulutangkis jika saja para teknisi tidak merancang dan membangun sistem pendingin udara senilai US$ 1,5 juta di stadion Institut Teknologi Beijing yang menjadi tempat dilaksanakannya seluruh pertandingan bulutangkis Olimpiade. Orang awam mungkin akan menilai bulutangkis hanyalah olahraga yang dapat dimainkan di halaman belakang ketika ada pesta barbeque. Namun dalam Olimpiade, shuttlecock bergerak dengan kecepatan hingga 200mph. Lebih dari itu, akurasi adalah kunci utama dalam bulutangkis karena shuttlecock yang digunakan hanya seberat lima gram dan didisain untuk bisa digunakan dengan kecepatan tinggi. Dengan kata lain, sedikit hembusan angin saja bisa membuat perbedaan. Jadi, daripada membuat ventilasi yang lebar dan besar, sistem udara stadion Institut Teknologi Beijing yang dikendalikan komputer menembakkan udara sejuk ke dalam stadion melalui 9.100 ventilasi kecil yang dibuat mengelilingi kursi setiap penonton. "Udaranya tidak akan bergerak lebih dari 0,2 meter per detik," ujar Zhang Ailin, Profesor di institut tersebut yang ikut membantu mendesain stadion. Walaupun telah mengeluarkan uang sebanyak US$ 1,5 juta untuk sistem ventilasi udara, para pemain dan pelatih menyatakan tetap ada hembusan angin di dekat net. Beberapa orang seperti pemain Denmark, Kenneth Jonassen, melihat hal ini sebagai faktor untuk membuat strategi. "Dari titik ini dan disana anda bisa memberi pukulan yang kuat dari garis belakang," ujarnya, kemudian menunjuk ke arah yang lain, "anda tidak bisa melakukan hal yang sama di titik ini,". "Sebenarnya saya tidak memiliki masalah jika anginnya tidak mempengaruhi permainan," ujar pebulutangkis ini. Profesor Zhang juga berpendapat bahwa udara tidak pernah statis secara total. "Bahkan jika anda tidak menggunakan pengatur suhu, udara akan tetap bergerak," ujar Zhang seperti dilaporkan Reuters. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008