Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah menyerahkan draft RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Draftnya sudah dikirim hari ini," kata Menteri Sekretaris Negara, Hatta Radjasa. Amanat Presiden untuk mengirim draft RUU Pengadilan Tipikor sudah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pekan lalu, katanya di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin.Anggota DPR masih dalam masa reses sejak 18 Juli 2008 dan baru melaporkan penerimaan draft RUU Pengadilan Tipikor itu pada sidang paripurna 16 Agustus 2008. Menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta yang ditemui di Kantor Kepresidenan menegaskan, aturan komposisi hakim karir dan hakim ad hoc yang diserahkan sepenuhnya kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) setempat memang usulan dari pemerintah. "Pemerintah dengan berani mengatakan seperti itu. Itu memang usulan pemerintah," ujar Andi. Sebelumnya, dalam UU Pemberantasan Tipikor diatur bahwa majelis hakim menangani kasus korupsi di Pengadilan Tipikor berjumlah lima orang terdiri atas dua hakim karir dan tiga hakim ad hoc. Namun, dalam draft RUU Pengadilan Tipikor disusun pemerintah diatur bahwa majelis hakim dapat berjumlah tiga atau lima orang dengan komposisi hakim karir dan ad hoc ditentukan oleh Ketua PN. Menurut Andi, paradigma yang dulu dipakai dalam UU Pemberantasan Korupsi adalah hakim karir tidak cukup memiliki pengetahuan guna menangani kasus korupsi yang canggih. "Misalnya, soal teknologi informasi, soal tranfer uang, sehingga diperlukan hakim ad hoc," ujarnya. Pendekatan seperti itu, lanjut dia, tidak membutuhkan jumlah hakim ad hoc yang harus lebih banyak dibanding hakim karir. Yang lebih penting, menurut Menkumham, adalah persiapan surat dakwaan oleh KPK atau Kejaksaan yang cukup baik sehingga hasil pemeriksaan di pengadilan bisa memuaskan. Mahkamah Agung (MA) sudah memberikan pelatihan penanganan kasus korupsi kepada seratus hakim karir tersebar di berbagai pengadilan di Indonesia. Hanya hakim bersertifikat pelatihan itu yang dibolehkan menangani kasus korupsi di pengadilan negeri. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008