Sidang digelar Selasa (22/10), sidang agenda putusan, terbuka untuk umum

Jakarta (ANTARA) - Sidang praperadilan atas penetapan status tersangka kepada mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki masa putusan Selasa ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Sidang digelar Selasa (22/10), sidang agenda putusan, terbuka untuk umum," kata Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Achmad Guntur. saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Persidangan dengan nomor perkara 115/Pid.Pra/2019/PNJKT.SEL ini dijadwalkan dipimpin oleh hakim tunggal Akhmad Jaini dan Panitera Pengganti Anny M.U Silalahi.

Dalam situs PN Jakarta Selatan permohonan praperadilan diajukan Djoko atas penetapan tersangka oleh KPK karena tidak memiliki dua alat bukti yang sah.

Baca juga: KPK panggil mantan Dirut PJT II Djoko Saputra

Kuasa hukum Djoko Saputro, Hasbullah saat dikonfirmasi berharap sidang putusan ini permohonan kliennya dikabulkan.

"Pasti harapannya optimis permohonan kami diterima, penetapan tersangka pak DS tidak sah dan dibatalkan," kata Hasbullah.

Djoko Saputro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pekerja jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II pada 2017. Kerugian negara terkait kasus korupsi ini Rp3,6 miliar.

Kasus dugaan korupsi melibatkan mantan Dirut Perum Jasa Tirta II ini telah bergulir sejak Desember 2018 di KPK.

Baca juga: Hadapi sidang praperadilan, Imam Nahrawi kerahkan 23 pengacara

Sementara itu sidang perdana pembacaan permohonan praperadilan ditetapkan Senin (23/9). Persidangan ditunda karena tergugat yakni KPK tidak hadir.

Sidang kembali dilanjutkan pada Senin (14/10) dihadiri oleh kedua pihak dengan agenda pembacaan surat permohonan praperadilan.

Lalu sidang terus bergulir selama tujuh hari berturut-turut yakni Selasa (15/10) agenda jawaban dari termohon, Rabu (16/10) agenda bukti dari termohon.

Selanjutnya Kamis (17/10) sidang agenda bukti tertulis termohon dan saksi ahli termohon, lalu Jumat (18/10) kesimpulan para pihak.

Kasus Djoko
Sebelumnya diberitakan, Djoko Saputro selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta ll diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Baca juga: Perum Jasa Tirta II topang ketahanan pangan

Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta ll Tahun 2017.

Pada 2016 setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro diduga memerintahkan melakukan relokasi anggaran.

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Anggaran sebesar itu terdiri, perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3,82 miliar dan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta ll sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dan unit lain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800.

Dengan rincian, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3.360.258.000 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2.204.155.800.

Diduga, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Diduga pelaksanaan lelang dilakukan menggunakan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang tanggal mundur (backdated).

Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019