Jakarta, (ANTARA News) - Tersangka pembunuhan aktivis HAM Munir, Muchdi Pr, meminta menjadi tahanan kota kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dari tahanan kurungan di Rumah Tahanan (Rutan) Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Hal itu disampaikan ke Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Sesjampidum), Muzammi Mirah Hakim, saat penyerahan tahap kedua berkas mantan pejabat tinggi BIN itu dari penyidik Mabes Polri ke Kejagung, di Jakarta, Senin. Kuasa hukum Muchdi Pr, M Luthfie Hakim, mengatakan, dalam penyerahan itu Muchdi meminta agar ada perubahan tahanan kurungan menjadi tahanan kota. "Muchdi juga mengharapkan agar segera dilimpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan," katanya seusai mendampingi Muchdi Pr dalam penyerahan tahap dua itu. Dijelaskan, dasar alasan untuk mengajukan pengubahan status tahanan dari tahanan kurungan menjadi tahanan kota, yakni, pihak keluarga. Saat ini, Muchdi Pr masih ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok. "Klien saya untuk sementara masih di Rutan Salemba, Cabang Kelapa Dua," katanya. Sementara itu, kedatangan Muchdi Pr ke Kejagung dilakukan secara diam-diam guna menghindari sergapan wartawan yang sudah menunggu di depan Gedung Jampidum sejak Senin (11/8) pagi. Diperkirakan Muchdi saat ke gedung Jampidum itu, tidak melewati pintu biasa melainkan melalui pintu gedung jaksa agung muda pengawasan (Jamwas) yang menyambung ke ruang pidana umum. Iring-iringan kendaraan yang semula diperkirakan membawa tersangka pembunuhan aktivis HAM itu, ternyata berisikan pengacaranya saja dengan pengemudi dari anggota Brimob. Sementara itu, Jampidum, Abdul Hakim Ritonga, mengatakan, permintaan menjadi tahanan kota oleh Muchdi Pr, itu merupakan kewenangan jaksa yang menangani perkara itu untuk memutuskannya. "Dikabulkan atau tidaknya permintaan itu, tergantung pertimbangan jaksa yang menangani perkara itu," katanya. Dikatakan, Muchdi dikenai Pasal 55 ayat (1) butir 2 jo Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman seumur hidup. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008