Jakarta (ANTARA News) - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (bidang hukum) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti terbongkarnya data bahwa ada enam perusahaan batu bara menunggak membayar royalti Rp16,4 triliun. Kejaksaan Agung bisa melakukan paksa badan agar para pengusaha di enam perusahaan itu mau membayar royalti, kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin di Jakarta, Senin. Menurut Aziz, pencekalan yang dilakukan oleh Departemen Hukum dan HAM terhadap 14 pengusaha yang perusahaannya menunggak membayar royalti harus segera ditindaklanjuti dengan proses hukum. "Harus sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada. Antara lain bisa dilakukan dengan upaya hukum paksa badan atau `giezeiling`," kata Aziz. Selain itu, lanjutnya, Kejaksaan Agung juga bisa melakukan upaya hukum untuk menyita harta benda 14 pengusaha yang perusahaannya menunggak membayar royalti guna mengantisipasi menyelamatkan keuangan negara. Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan tunggakan royalti batu bara yang seharusnya dibayarkan keenam perusahaan pertambangan batubara tersebut kepada negara mencapai Rp16 triliun. Menurut Kepala Divisi Pusat Data dan Analisis ICW, Firdaus Ilyas, tunggakan penerimaan negara dari beragam perusahaan pertambangan batubara selama tahun 2000 - 2007 tersebut setara dengan dua kali nilai tunggakan yang disampaikan pemerintah. Untuk itu, ICW mengharapkan agar tunggakan penerimaan negara dari royalti batubara sejak 2001-2007 diaudit kembali oleh berbagai instansi yang kompeten seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau lembaga auditor yang independen. Sebelumnya, Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM,Bambang Setiawan pada Rabu (6/8) mengatakan, total tunggakan royalti enam perusahaan tambang batubara mulai 2001 sampai 2007 mencapai Rp7 triliun. Keenam perusahaan yang menunggak tersebut merupakan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi pertama, yaitu PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal, dan PT BHP Kendilo Coal. (*)

Copyright © ANTARA 2008