"Staf-staf yang bagus juga kurang ditopang oleh sistem kerja dan mekanisme pendukung yang memadai sehingga hasil kerja mereka belum optimal,"

Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin perlu merampingkan kedutaan-kedutaan dan kantor perwakilan Indonesia di luar negeri agar lebih produktif dan tepat guna, kata pengamat hubungan internasional dari Universitas Bina Nusantara Dinna Wisnu saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Praktisi diplomasi tersebut mengatakan saat ini sejumlah kedutaan besar Indonesia di luar negeri kekurangan staf dan tidak berfungsi optimal karena biaya kegiatan yang tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.

"Staf-staf yang bagus juga kurang ditopang oleh sistem kerja dan mekanisme pendukung yang memadai sehingga hasil kerja mereka belum optimal," kata dia.

Selain itu, menurut Dinna, Presiden Joko Widodo bersama-sama menteri luar negeri nantinya perlu merumuskan strategi raya (grand strategy) arah kebijakan politik luar negeri RI agar kegiatan di seluruh kedutaan, kantor perwakilan, dan kementerian terkait terarah pada pencapaian tujuan yang sesuai dengan simulasi konteks yang berkembang dalam masa-masa mendatang.

Baca juga: Jokowi-Ma'ruf diminta persiapkan diplomasi total lima tahun mendatang

Baca juga: Jokowi - Ma'ruf diminta dalami perjanjian internasional demi sinergi

"Relokasi staf-staf kementerian luar negeri yang terampil di bidang ekonomi dan politik keamanan ke tempat-tempat yang lebih strategis dalam konteks masa kini, yakni di Asia dan ASEAN," ujar profesor rekanan bidang hubungan internasional itu.

Namun, dia juga menyebutkan tantangan lain yang perlu dihadapi oleh perwakilan Indonesia di luar negeri pada masa sekarang ini, yaitu kecenderungan negara-negara melakukan isolasi dan memunculkan konflik ketika merasa kalah saing, kalah pamor atau sekadar ingin tampil kuat di depan warganya.

"Keberhasilan Indonesia memperbaiki mekanisme kerja kementerian, merampingkan kelembagaan, menyederhanakan peraturan tetap akan sulit memberi hasil yang diharapkan ketika negara-negara lain lebih memilih untuk bersikap sepihak dalam menentukan kontrak kerja sama dan lebih mengutamakan konflik untuk menekan negara lain agar menuruti kemauannya," kata Dinna.

Kasus Laut China Selatan, misalnya, bukan semata masalah pertahanan keamanan tetapi terkait dengan rencana Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) China dan kegiatan Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat yang berupaya untuk terus mendekatkan Indonesia dengan Jepang, Australia dan India.

Baca juga: Luhut tegaskan "Belt and Road" China tidak tambah utang pemerintah

Baca juga: Pandangan Indo-Pasifik, upaya Indonesia lindungi multilateralisme

Baca juga: AS tidak minta negara-negara Asia Tenggara memihak

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2019