Tokyo (ANTARA News) - Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar mengingatkan para persawat dan caregivers (perawat untuk orang lanjut usia) untuk menikmati perbedaan budaya yang ada di Jepang, dan berupaya keras untuk menyelami falsafah dan etos kerja rakyat Negeri Sakura tersebut."Perbedaan pasti ada, tetapi cobalah untuk menikmatinya. Dengan demikian kalian akan kerasan dan diterima oleh warga Jepang," kata Dubes saat menerima perwakilan para perawat dan caregives Indonesia di ruang rapat Dubes di Tokyo, Jumat.Pada kesempatan itu, hadir juga beberapa pejabat KBRI Tokyo, pendamping para tenaga kerja profesional dari Jakarta, dan sejumlah pimpinan perusahaan pelatihan perawat dan caregivers Jepang.Kedatangan para perawat dan caregivers, kata mantan menteri keuangan itu, merupakan bukti awal dari pelaksanaan kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) antara Indonesia dan Jepang, sehingga mau tidak mau akan menarik perhatian kedua bangsa."Keberhasilan dalam menyelesaikan pelatihan bahasa selama enam bulan sangat menetukan bagi kelanjutan program ini di masa depan," kata Dubes yang meminta agar penyesuaian diri dan menyelami kebiasaan rakyat Jepang betul-betul dilakukan. Selama menikmati perbedaan budaya itu, kata dubes, janganlah lupa untuk tetap serius menyelesaikan program pelatihan bahasa Jepang, emngingat hal itu merupakan kunci bagi sukses tidakanya kelanjutan program pengiriman tenaga profesional ke Jepang di masa mendatang. Para perawat dan caregivers akan mengikuti latihan bahasa selama enam bulan, setelah itu mengikuti ujian nasional. Bagi yang lulus akan memperoleh lisensi keperawatan sehingga bisa segera bekerja di rumah sakit Jepang selama tiga tahun. Sedangkan bagi para perawat, setelah lolos ujian bisa langsung bekerja di lembaga-lembaga perawatan orang jompo selama empat tahun. Namun bila gagal maka keduanya akan dipulangkan ke Indonesia. Dubes sendiri berharap tidak ada yang gagal dalam tahap awal ini, makanya selama mengikuti pelatihan harus betul-betul serius, karena merupakan simbol bagi kualitas tenaga "ekspor Indonesia yang tergolong profesional. Sementara itu, Atase imigrasi KBRI Tokyo, Mirza Iskandar mengatakan, kehadiran para tenaga profesional Indonesia sudah barang tentu memerlukan perlindungan juga, serta bisa menjadi bagian dari kegiatan pemutakhiran data mengenai jumlah warga Indonesia di Jepang. Itu sebabnya diwajibkan juga untuk melakukan lapor diri. "Mengenai mekanismenya seperti biasa saja, bahkan kalau perlu kita permudah dengan mendatangi lokasi-lokasi dimana para perawat dan caregivers itu berada," ujar mantan Kepala Imigrasi Jakarta Pusat itu. Gelombang pertama perawat dan caregivers, sebanyak 205 orang, tiba Kamis (7/8) lalu. Selanjutnya mereka akan ditempatkan di lembaga-lembaga pemusatan pendidikan dan pelatihan yang tersebar di lima kota-kota besar, seperti Tokyo sendiri, Yokohama, Osaka, Kobe dan Nagoya. Kedatangan mereka ternyata tidak bisa memunuhi kuota yang diminta Jepang sebesar 400 orang, sementara menurut pihak Depkes karena, Jakarta lebih menginginkan kualitas lebih ketimbang kuantitas, disamaping terburu-burunya waktu persiapan untuk rekrutmen tenaga perawat dan caregivers tersebut. Untuk itu, pihak KBRI Tokyo, Depkes dan Depnaker berkoordinasi untuk menyiapkan program monitoring yang akan memantau pelaksanaan tahap pertama dari pengiriman tenaga perawat dan cargeivers itu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008