Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengumumkan, saat ini tenaga pelaut yang dihasilkan pendidikan pelaut di Indonesia, laris di dunia. "Sebelum mereka lulus, rata-rata sudah mengantongi kontrak kerja dengan perusahaan pelayaran asing," kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Departemen Perhubungan Dedy Darmawan kepada pers di Jakarta, Jumat. Dijelaskannya, tren tersebut terlihat setelah perusahaan pelayaran internasional mulai mengajukan permintaan kembali akan sumber daya manusia (SDM) pelaut Indonesia kembali. "Sebelumnya setelah sempat terhenti karena peristiwa teror di Amerika Serikat 11 September 2001," katanya.Data Dephub mencatat, hingga saat ini total pelaut Indonesia yang bekerja di perusahaan pelayaran dunia sekitar 83 ribu, sedang di industri pelayaran lokal baru 64 ribu orang. Selain itu, tegasnya, pulihnya permintaan atas pelaut Indonesia itu terutama didorong kebutuhan tenaga pelaut yang tinggi untuk pelayaran internasional. "Sedikitnya dibutuhkan 40 ribu perwira pelaut dalam 10 tahun ke depan," katanya. Sementara, lanjutnya, di beberapa kawasan semisal Eropa, profesi pelaut sendiri juga sudah ditinggalkan. "Pelaut Indonesia juga disenangi karena santun dan loyal," kata dia. Dedi memberikan contoh, perusahaan kapal pesiar asing seperti Holand America Line sudah menggunakan pelaut-pelaut Indonesia. Beberapa perusahaan asing lain seperti NYK, SUNJIN, JEWONG, Anthony Veeder, bahkan merekrut taruna-taruna calon pelaut sebelum masa studi berakhir. Tenaga pelaut pada tingkat Suporting Level juga banyak dibutuhkan. Bahkan, menurut Dedy, beberapa perusahaan asing semisal NYK Line, Jos Larsen, dan Anthony Veeder, telah meminta langsung ke beberapa Unit Pelaksana Teknis Diklat Perhubungan.Namun, Dedy juga menggarisbawahi bahwa pelaut Indonesia sempat dipersulit untuk berlayar ke Amerika setelah peristiwa 11 September. "Hal itu karena sebagian besar kapal-kapal Eropa dimiliki perusahaan Amerika, pelaut Indonesia di Eropa sebanyak 11.500 orang saat itu dikurangi hampir separuhnya," katanya. Kemudian, posisi pelaut Indonesia kemudian digantikan pelaut-pelaut dari Philipina, China, dan Eropa Timur pecahan Rusia. Saat ini, Dedi melanjutkan, pelaut Indonesia yang bekerja di perusahaan pelayaran asing mendapatkan upah standar 2-3 ribu dolar AS per bulan. "Perusahaan lokal bertahap mengikuti," katanya. Oleh karena itu, untuk mengimbangi tingginya permintaan pelaut tersebut, kata Dedy, Badan Diklat akan menggenjot pendidikan kepelautan. Targetnya, 1.000 pelaut dicetak dalam setahun. Diklat tingkat menengah juga dikembangkan dalam rangka menambah jumlah pelaut misalnya di Sorong, Nanggroe Aceh Darussalam dan Ambon.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008