Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Fachry Ali melihat ujung dari konflik internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah kemenangan sepihak Muhaimin Iskandar dengan menyingkirkan sebagian besar suara partai itu yang masih mendukung Gus Dur. Bagaimanapun, kata Fachry saat berbicara dalam diskusi rutin Dialektika Demokrasi di Press Room DPR, Jakarta, Jumat, PKB sangat berbeda dengan Golkar atau PPP yang lebih menggantungkan eksistensi partai bukan kepada figur tertentu. "PKB hampir sama dengan PDIP yang masih terlalu bergantung pada tokoh-tokohnya," katanya. Karena itu, menurut Fachry, saat dalam satu kesempatan bertemu Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, dirinya menyarankan agar Sekjen PKB Lukman Edy tidak terlalu over acting dengan kemenangan yuridis yang didapat PKB dari Mahkamah Agung. "Saya sarankan kepada Muhaimin agar Lukman Edy itu jangan sering syukuran atas kemenangannya dan juga tidak sering-sering tersenyum di televisi," katanya. Dalam perspektif Fachry, hal itu bisa melukai sebagian warga NU yang masih mendukung Gus Dur. Ia kemudian mencontohkan hasil pilgub Jatim, yang kandidat yang didukung PKB ternyata hanya mendapat tujuh persen suara saja. Padahal dalam Pemilu legislatif 2004, PKB mampu meraih suara hingga lebih dari 30 persen. Lebih lanjut Fachry mengatakan bahwa konflik internal PKB itu telah mengundang kekuatan-kekuatan eksternal, seperti pengadilan dan negara, untuk masuk kedalam kisruh partai itu yang pada akhirnya menggiring PKB pada kehancurannya. Sementara itu, Wasekjen PKB Ichsan Abdullah mengatakan konflik internal PKB sudah selesai dengan keluarnya keputusan MA yang menegaskan kepengurusan PKB yang sah adalah hasil Muktamar Semarang, yakni Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum dan Lukman Edy selaku Sekjen. "Karena itu tim mediasi wajar dibubarkan karena relevansinya sudah tidak ada lagi," katanya. Dikatakannya pula bahwa elemen-elemen PKB diberbagai daerah menghendaki adanya islah. Sedangkan Ketua FKB DPR Effendy Choirie berpendapat, fakta yuridis berupa keputusan MA itu sudah seharusnya dihormati semua pihak. "Kalau kita terus ngotot, ya kita tidak perlu berorganisasi. Buat saja paguyuban sendiri dan tidak perlu ada aturannya," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008