Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mempertahankan angka defisit dalam RAPBN 2009 sebesar 1,5 persen dari PDB, meskipun pemerintah menurunkan asumsi harga minyak dari semula 140 dolar AS per barel menjadi 130 dolar AS per barel. "Sampai sekarang angka defisit yang dipakai tetap sebesar 1,5 persen, meskipun asumsi harga minyak turun menjadi 130 dolar AS per barel," kata Dirjen Anggaran Depkeu, Anny Ratnawati, di Jakarta, Jumat. Pemerintah menetapkan defisit RAPBN 2009 sebesar 1,5 persen dari PDB atau mencapai Rp78,8 triliun. Angka tersebut merupakan selisih antara belanja negara sebesar Rp1.237 triliun dan pendapatan negara sebesar Rp1.158 triliun. Sementara untuk asumsi makro RAPBN 2009 lainnya seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 persen, inflasi 6,5 persen, suku bunga SBI 3 bulan 8,5 persen, nilai tukar rupiah Rp9.100 per dolar AS, lifting minyak 950 ribu barel per hari dan harga minyak 130 dolar AS per barel. Menurut Anny, penetapan berbagai asumsi dalam RAPBN 2009 diupayakan mendekati dengan apa yang terjadi melalui analisis data terdahulu dan prediksi ke depan. "Harga minyak di luar kontrol pemerintah, asumsi 130 dolar AS per barel merupakan asumsi yang paling mendekati, ini yang paling pas dipakai," katanya. Sementara itu Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran, Boediarso Teguh Widodo mengatakan, asumsi harga minyak merupakan asumsi yang sulit diprediksi. "Harga minyak saat ini memang turun sehingga pemerintah menetapkan asumsi 130 dolar AS per barel, namun dapat saja harga yang terjadi berada di atas atau di bawah asumsi itu," katanya. Untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak ke atas, katanya, pemerintah mengalokasikan dana cadangan resiko fiskal untuk mengantisipasi jika harga minyak naik hingga mencapai 160 dolar AS per barel. "Cadangan itu juga untuk mengantisipasi jika asumsi lifting minyak dan volume konsumsi BBM meleset," kata Boediarso. (*)
Copyright © ANTARA 2008