Jayapura (ANTARA News) - Para anggota Kongres Amerika Serikat diminta tidak sedikitpun mencampuri keputusan penegak hukum di Indonesia yang telah menjatuhkan hukuman terhadap warga Papua, Filep Karma dan Yusak Pakage, atas perbuatannya merongrong wibawa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan cara mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Ramses Wally kepada ANTARA di Jayapura, Jumat, menanggapi permintaan anggota Kongres AS melalui surat yang dialamatkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebanyak 40 anggota Kongres itu mendesak pemerintah Indonesia membebaskan dua terpidana kasus politik Filep Karma dan Yusak Pakage.
"Jika dipandang dari sisi hukum, maka permintaan anggota Kongres AS itu jelas-jelas merupakan campur tangan orang asing terhadap hukum Indonesia. Filep dan Yusak itu adalah warga negara Indonesia kelahiran Papua yang dihukum antara lain karena mengibarkan bendera Bintang Kejora yang oleh kelompok tertentu dijadikan sebagai lambang perjuangan kemerdekaan Papua di Persada Indonesia," kata Ramses.
"Apa maksud kedua orang itu mengibarkan Bintang Kejora jika bukan untuk tujuan perjuangan memerdekakan Papua lepas dari pangkuan ibu pertiwi Indonesia,?" kata wakil rakyat itu.
Perbuatan mereka itulah yang akhirnya berujung pada dijatuhkannya hukuman 10 tahun dan 15 tahun penjara oleh penegak hukum di Papua. Keputusan hukum ini tidak boleh dicampuri orang atau negara lain. Indonesia itu negara berdaulat, sehingga negara ini pun berdaulat dalam menegakkan hukum positif.
"Saya menilai, apa yang disampaikan para anggota Kongres AS itu lebih banyak bermuatan politik ketimbang hukum negara Indonesia. Anggota Kongres itu bertindak berdasarkan pandangan Hak Azasi Manusia. Pertanyaannya adalah, hak azasi mana yang dilanggar Indonesia terhadap warga negaranya Filep dan Yusak," kata Ramses.
Apabila 40 anggota Kongres AS berpendapat bahwa dua warga Papua itu tidak boleh dihukum karena tindakan mengibarkan Bintang Kejora merupakan wujud pernyataan kebebasan berpendapat, maka orang Indonesia berhak balik bertanya, apakah pernyataan kebebasan berpendapat harus dilakukan dengan cara mengibarkan Bintang Kejora yang bernuansa separatisme.
"Janganlah kita memperjuangkan kepentingan politik disintegrasi bangsa dan negara ini dengan mengenakan "baju HAM"," katanya mengingatkan .
Indonesia menghormati kebebasan berpendapat di muka umum, tetapi bukan dengan cara mengibarkan Bintang Kejora yang oleh sekelompok orang dijadikan lambang perjuangan kemerdekaan Papua.
"Maksud hati dua warga Papua ini mungkin baik, yaitu menyatakan kebebasan berpendapat, tetapi caranya saja yang salah. Kebebasan berpendapat bisa dilakukan dengan cara lain seperti menulis surat, berdialog dan berdiskusi tetapi bukan dengan mengibarkan Bintang Kejora yang oleh sekelompok orang dijadikan lambang perjuangan kemerdekaan," katanya.
Bagian pemainan politik
Ramses yang juga merupakan salah seorang "ondofolo" atau Kepala suku Simporo Babrongko-wilayah Jayapura ini berpendapat, apa yang disampaikan para anggota Kongres AS merupakan bagian dari permainan politik beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM internasional yang selama ini berupaya menginternasionalisasikan berbagai persoalan di Papua agar wilayah ini lepas dari NKRI.
Banyak cara yang dilakukan LSM internasional untuk melepaskan Papua dari NKRI, antara lain mengobarkan isu-isu pelanggaran HAM dan mencampuri urusan hukum Indonesia.
Menyadari akan hal ini, lanjut Ramses, semua komponen bangsa Indonesia harus bersikap waspada terhadap berbagai manuver politik disintegrasi bangsa yang dilakukan pihak atau organisasi tertentu, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Ramses mengajak seluruh lapusan masyarakat untuk sekaligus bergandengan tangan menghalau upaya anggota Kongres AS yang merongrong wibawa hukum Indonesia untuk tujuan politik tertentu.
"Kita tidak boleh gentar melawan langkah-langkah politik yang dilakukan para anggota Kongres AS yang meminta Presiden SBY membebaskan dua narapidana politik Filep Karma dan Yusak Pakage. Kita sebagai bangsa yang berdaulat tidak boleh didikte oleh negara mana pun dalam hal penerapan hukum positif di dalam negara Republik Indonesia," tegas Ramses.
Surat 40 anggota Kongres AS tertanggal 29 Juli 2008 itu meminta Presiden SBY agar mengambil langkah untuk memastikan pembebasan segera dan tanpa syarat bagi Filep Karma dan Yusak Pakage.
Dua warga Papua ini pada 1 Desember 2004 melakukan pengibaran Bintang Kejora di wilayah Abepura, Kota Madya Jayapura. (*)
Copyright © ANTARA 2008