Band-band thrash metal ini juga mempunyai gerakan sendiri yang bisa dibilang sebagai cikal bakal dari skena bawah tanah Jakarta. Mulai dari Sucker Head yang dimotori Irvan Sembiring, Krishna Sadrach, Yahya Wacked, Nano, dan Doddy, hingga Roxx yang di awal 1990-an mulai berubah haluan dari heavy metal ke thrash yang lebih kencang.

Vokalis band metal Jasad, Man, menghibur para penggemar musik metal saat konser di Sport Centre Indramayu, Jawa Barat, Minggu (31/3). (FOTO ANTARA/Dedhez Anggara)

Band-band yang akhirnya di rentang 1990-1992 mulai membentuk ekosistem ini mampu tampil dengan cara mandiri dan mengisi sejumlah perhelatan pentas seni yang marak digelar di sejumlah kampus dan sekolah menengah atas di Jakarta.

Selain Sucker Head dan Roxx, beberapa yang mendapat sorotan di antaranya proyek musikal Irvan adalah Rotor yang merilis album pada 1992 dan disebut sebagai album thrash metal pertama.

"Thrash saat itu lagi besar sekali. Hampir semua acara di Jakarta seingat gue bintang tamunya ya mereka," ucap dia.

Baca juga: Tur Burgerkill ke Amerika jadi momentum perluas jaringan

Yuka Narendra menulis, ekosistem band metal yang mengisi panggung-panggung Jakarta sejak 1987 awal 1990-an banyak yang lahir dari tongkrongan di Pid Pub, Pondok Indah.

Sucker Head, Roxx, dan Rotor di antaranya. Ada juga nama-nama seperti Mortus, Alien Scream, Razzle, atau Parau yang kemudian berganti nama menjadi Getah.

Pid Pub membuka jalan bagi kancah metal lain untuk tumbuh, misalnya arena Poster Cafe di Museum Satria Mandala, Jalan Gatot Subroto di era 1990-an.

Kecenderungan yang sama juga terasa di Bandung. Dengan band-band yang berasal dari kawasan Timur Bandung, tepatnya Ujung Berung, sejumlah band metal lahir seperti Burgerkill, Jasad, Necromancy, dan lain-lain. Kebanyakan dari mereka juga merintis jalan di kancah musik secara independen.

Grup Band Jamrud beraksi membawakan sejumlah lagu hit nya saat tampil pada hari pertama Synchronize Fest 2019 di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta, Jumat (4/10/2019). (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019