Banjarmasin (ANTARA News) - Ketua Fraksi PKS DPRD Kalsel meragukan komitmen pemerintah provinsi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Dalam pandangan akhir fraksi dalam rapat paripurna DPRD Kalsel di Banjarmasin, Kamis, Fraksi PKS menyampaikan keraguan tersebut seiring temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas pelaksanaan APBD Kalsel 2007.Pada rapat paripurna yang membahas tentang APBD Perubahan 2008 provinsi setempat, juru bicara Fraksi PKS Rudi Anwar Luthfi menyebutkan, dari hasil pemeriksaan BPK ada belasan temuan pelaksanaan APBD Kalsel 2007 antara lain pengadaan kendaraan roda empat pada Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah (Setda) Rp1,258 miliar lebih terlambat, realisasi belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan pada Setda provinsi sebesar Rp19 miliar lebih tidak sesuai ketentuan.Fraksi PKS mengusulkan perlu ada auditor khusus yang menangani setiap pelaksanaan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Kalsel. Fraksi itu juga menyoroti proses penyediaan lahan dan pembangunan perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru. Fraksi PKS berpendapat hal itu merupakan proyek atau kegiatan strategis, berjangka panjang dan memakan anggaran yang sangat besar. Oleh sebab itu, pihak pemerintah provinsi seharusnya melibatkan pihak-pihak independen dalam setiap tahapan kegiatan. Auditor independen, katanya, diperlukan juga untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap ganti rugi atas pembelian tanah untuk pembangunan pusat perkantoran. "Pemeriksaan khusus dimaksud tidak mesti karena ada indikasi penyimpangan, tapi karena memang keperluan manajemen," kata Rudi membacakan pandangan akhir Fraksi PKS. Sementara itu dalam rapat peripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD H Ma`wah Masykur dan dihadiri Gubernur H Rudy Ariffin, Fraksi Partai Golkar berharap pihak eksekutif dalam melaksanakan APBD harus bertumpu pada kepentingan publik sesuai dengan prinsip anggaran publik, serta harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendah. Fraksi Partai Golkar, melalui juru bicara H Mansyah Saberi, menyatakan APBD harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran, serta harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented) untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatan. "APBD harus pula mampu menumbuhkan profesionalitas kerja setiap organisasi terkait, dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya," kata Mansyah. Delapan fraksi di DPRD Kalsel pada perinsipnya setuju perubahan APBD 2008 provinsi tersebut. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyetujui dengan catatan bahwa mereka menolak pembangunan pusat perkantoran Pemprov di Banjarbaru dengan sistem "multy years" (tahun jamak). Juru bicara Fraksi PKB Anang Rosadi Adenansi berpendapat, proyek pusat perkantoran Pemprov di Banjarbaru (35 km utara Banjarmasin) bukan skala prioritas sehingga tidak perlu terburu-buru merealisasikan. Fraksi PAN menyarankan menunda pelaksanaan pembangunan gedung Sekretariat Daerah/Kantor Gubernur di Banjarbaru, dan pembangunan rumah dinas Wakil Gubernur Kalsel. "Karena kedua proyek tersebut pernah ditolak Komisi I bidang pemerintahan dan Komisi III bidang pembangunan DPRD Kalsel. Dana dari kedua proyek tersebut sebaiknya digunakan untuk kepentingan publik lainnya yang lebih prioritas," kata juru bicara Fraksi PAN H. Husaini Aliman. PAN menyatakan pelaksanaan proyek "multy years" sangat mencederai amanat masyarakat yang sedang dilanda beban kebijakan pemerintah pusat mengenai bahan bakar minyak (BBM). "Sebagai contoh akibat kenaikan harga BBM berdampak pula kenaikan semua harga kebutuhan pokok. Hal itu berarti masyarakat langsung merasakan atas kenaikan harga BBM tersebut," katanya. Selain itu, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang makin meningkat, sementara kesempatan kerja yang terbatas sehingga cukup mengganggu ketahanan ekonomi keluarga, yang berarti pula mengganggu laju pertumbuhan ekonomi Kalsel, demikian wakil rakyat dari fraksi PAN. Perubahan APBD Kalsel 2008 tersebut secara garis besar pendapatan Rp1,5 triliun lebih, belanja Rp1,7 triliun lebih sehingga defisit Rp197 miliar lebih. Kemudian pembiayaan terdiri penerimaan daerah Rp268 miliar lebih dan pengeluaran daerah Rp70 miliar lebih, sehingga dari perbandingan tiga komponen pendapatan, belanja dan pembiayaan maka sisa lebih perhitungan anggaran tahun berkenan menjadi nol.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008