Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan ekonomi nasional dianggap kurang mengakomodasi kepentingan rakyat, padahal pada saat bersamaan parlemen juga dianggap gagal menjalankan perannya menyusun aturan terkait pembangunan yang pro-rakyat.Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Kamis, mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan pihaknya kepada sekitar 800 responden dari kalangan muda, kebelumberpihakan pembangunan ekonomi pemerintah kepada rakyat didorong oleh kekurangseriusan pemerintah dalam mengelola pemenuhan hak ekonomi mereka."Mayoritas kaum muda yang kita survei menilai, kinerja pembangunan pemerintah soal ekonomi kurang memihak kepentingan rakyat," katanya saat memaparkan hasil survei yang bertajuk "Pandangan Kaum Muda terhadap Kedaulatan Ekonomi Indonesia dan Kepemimpinan Nasional".Dalam laporan hasil survei itu disebutkan, sekitar 58,4 persen responden kaum muda yang yang tinggal di wilayah Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang menyatakan bahwa kinerja pembangunan pemerintah soal ekonomi kurang memihak kepentingan rakyat, dan 17,18 persen lainnya menyatakan pemerintah tidak memiliki keberpihakan sama sekali. "Hanya 19,4 persen responden yang menyatakan bahwa pemerintah berpihak pada rakyat," katanya. Terkait kinerja parlemen, laporan survei Setara Institute mengungkapkan, sebagian besar responden menganggap upaya parlemen untuk menghasilkan undang-undang yang terkait dengan pengelolaan ekonomi yang pro rakyat masih minim. Temuan ini, katanya, mencerminkan kinerja DPR yang dianggap rajin mengkritisi kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, namun "pelit" bila diminta memproduksi undang-undang yang memihak rakyat. "Kikirnya parlemen dalam pembuatan kebijakan ekonomi ini sejalan dengan praktik yang selama ini terjadi, dimana proses legislasi menjadi arena baru korupsi dan instrumen tukar menukar kepentingan," katanya. Dia menjelaskan, survei yang dilakukan terhadap kaum muda dari kalangan menengah ke bawah dengan rata-rata usia 17-22 tahun itu juga menyebutkan, mayoritas kaum muda menilai pembangunan ekonomi Indonesia mengalami kemunduran (58,6 persen), dan 28,6 persen lainnya menilai pembangunan ekonomi Indonesia tertinggal dibanding negara-negara tetangga. "Hanya sekitar 8,8 persen responden yang menilai Indonesia mengalami kemajuan," katanya. Di sisi lain, kaum muda juga menyoroti kedaulatan ekonomi Indonesia, dimana sekitar 60,8 persen responden menilai ekonomi Indonesia sudah dikuasai asing, sehingga mendorong dilakukannya nasionalisasi sektor-sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak. "Untuk memperkuat kedaulatan ekonomi nasional, responden berpandangan perlu ada pembatasan terhadap sejumlah sektor-sektor ekonomi strategis mulai dari pertambangan, telekomunikasi, energi, dan perbankan," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos. Sejalan dengan penguasaan asing, kata Bonar, kaum muda juga menilai kapabilitas pengusaha nasional dalam perekonomian lebih kecil dibanding pengusaha asing. Penilaian ini juga merepresentasikan penilaian bahwa daya saing pengusaha nasional sangat lemah dibanding pengusaha asing dalam perekonomian nasional.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008