"Perempuan dalam ranah publik yakni di pusaran politik nasional harapannya untuk memperbaiki posisi perempuan, tapi realitasnya menghadapi kondisi politik praktis yang masih buruk," kata wartawan senior dan penulis buku Maria Hartiningsih.

Bogor (ANTARA) - Perempuan dalam pusaran politik nasional menghadapi dua tantangan, yakni perempuan dalam ranah publik dan perempuan dalam ranah domestik yang satu sama lain sebenarnya saling kontradiktif tapi harus dijalani kaum perempuan.

"Perempuan dalam ranah publik yakni di pusaran politik nasional harapannya untuk memperbaiki posisi perempuan, tapi realitasnya menghadapi kondisi politik praktis yang masih buruk," kata wartawan senior dan penulis buku Maria Hartiningsih yang menjadi penanggap pada peluncuran buku "Perempuan di Singgasana Lelaki", di Studio Kendil, Kota Bogor, Jumat.
Baca juga: Puan Maharani ingin tunjukkan prestasi perempuan dalam politik

Peluncuran buku "Perempuan di Singgasana Lelaki" setebal 239 halaman ditulis oleh Diah Y Suradiredja dan Syarizaldi Jpang ini, dihadiri puluhan tamu undangan yang merupakan relasi dari penulis.

Menurut Maria Hariningsih, politik praktis nasional kondisinya masih belum baik, di mana rivalitas antarpolitisi masih sangat tinggi, dan terkadang di antara kolega sesama politisi dalam satu partai bisa berbuat curang. "Namun, perempuan yang terjun ke dunia politik praktis harus mengikuti aturan partai yang kadang-kadang masih ada kultur feodal," katanya.

Mantan Juru Bicara Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid ini menjelaskan, perempuan yang terjun ke politik praktis saat ini, kondisinya tidak banyak berubah dari era sebelumnya, karena situasi politik nasional dan aturan di internal partai politik tidak banyak berubah.
Baca juga: Jumlah perempuan anggota DPR/DPD bertambah meski belum sesuai harapan

Maria mengusulkan, aturan dalam politik praktis nasional agar diperbaiki, sehingga keberadaan kaum perempuan di politik mendapat porsi yang lebih layak.

Maria juga melihat, setelah era reformasi sejak 1998, tuntutan kesetaraan hak untuk kaum perempuan, khususnya di dunia politik sangat tinggi. "Permintaan kuota kaum perempuan di partai politik dan di parlemen sebanyak 30 persen itu sangat tinggi, tapi realitasnya dalam persaingan dengan laki-laki perempuan sering dikalahkan," katanya lagi.

Karena itu, Maria mengusulkan agar perempuan harus mampu menyiapkan diri menjadi figur yang berkualitas, baik penampilan fisik yang menarik, cerdas, berwawasan luas, serta memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik.

Menurut Diah Y Suradiredja, dirinya menulis buku "Perempuan di Singgasana Lelaki" sejak setahun lalu, karena terdorong pada pengalaman perempuan yang cukup miris berada di pusaran politik nasional.

Diah mencontohkan, ada seorang bupati di Pulau Bali karena dukungan masyarakat yang besar, sehingga menduduki tampuk pemerintahan di tingkat kabupaten. "Namun, karena kurangnya pengalaman dan keterbatasan pengetahuan tentang politik dan pemerintahan, maka dia kadang-kadang 'dikerjai' oleh sekretaris daerahnya," katanya pula.
Baca juga: Perempuan didorong ikut terlibat dalam politik

Diah juga melihat perempuan dalam pusaran politik nasional kadang-kadang mengalami situasi kurang adil di partai politik.

Diah mengusulkan agar kaum perempuan menyiapkan diri secara maksimal sebelum terjun ke dunia politik, yakni menyiapkan pengetahuan tentang ilmu politik dan pemerintahan, sehingga benar-benar paham situasi politik nasional.

Pada sisi lain, Diah juga berharap pemerintah dan legislatif dapat memperbaiki sistem politik nasional saat ini terbuka dan berbiaya mahal menjadi sistem politik lebih demokratis dan hemat biaya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019