Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menolak rencana pemerintah dan sebagian kalangan yang menginginkan legalisasi terhadap tengkulak.
Beberapa Ketua HNSI dari sejumlah DPD, seperti Banten, Maluku, Jawa Barat dan Bangka Belitung di Jakarta, Selasa, secara tegas mengatakan keberadaan tengkulak harus dihapuskan karena menjerat nelayan.
"Dari dulu kita memperjuangkan (tengkulak) dihapus. Kalau dilegalkan, sama saja dengan melegalkan penjajahan," kata Ketua HNSI DPD Banten, AM Siagian.
Siagian yang juga menjabat Sekjen HNSI Pusat periode 2008-2013 itu menyayangkan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang mendukung pengembangan tengkulak agar bisa diatur lebih baik, karena selama ini membantu masyarakat nelayan dalam memperoleh modal tanpa birokratis.
Beberapa waktu lalu ketika menerima pengurus HNSI periode 2000-2005 di Istana Wapres, Kalla menyataka, tengkulak yang disebut juga punggawa, sudah hidup sejak puluhan tahun dan sampai sekarang masih tetap bertahan.
"Karena itu, lebih baik dikembangkan dan diatur supaya lebih baik," kata Wapres.
Hal senada dikatakan Ketua DPP HNSI periode 2000-2005, Sumyaryo Sumiskun, bahwa tengkulak bukan lagi menjadi momok atau musuh yang harus dijauhi tetapi sebagai mitra bisnis.
"Selama ini tidak ada lembaga yang bisa menggantikan tengkulak yang tidak birokratis sehingga kita harus merangkulnya," katanya.
Saat ini, tambahnya, malah sudah berdiri Asosiasi Punggawa (tengkulak) yang dipimpin M Salim yang juga Bupati Rembang.
Sementara itu, AM Siagian meminta pemerintah untuk hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan bahwa tengkulak merupakan mitra nelayan karena hal itu hanya akan membingungkan masyarakat.
"Perlu ada penelitian ke daerah-daerah apakah benar tengkulak menguntungkan nelayan. Yang jelas, di Banten nelayan dirugikan tengkulak," katanya.
Ketua DPD HNSI Jawa Barat, Ulung Laksamana, menegaskan pemikiran untuk membentuk lembaga tengkulak sebagai mitra nelayan adalah pemikiran untuk melegitimasi perilaku penghisapan terhadap nelayan oleh tengkulak.
"Bukti yang ada memperlihatkan baik pemerintah, KUD Mina maupun nelayan lebih banyak memperoleh mudharat daripada manfaat dari tengkulak," katanya.
Karena tak ada pilihan
Salah satu Ketua HNSI Pusat periode 2008-2013, Chandra Motik, justru mempertanyakan pernyataan Sumyaryo yang menyebutkan tengkulak merupakan mitra bisnis nelayan.
"Mitra seperti apa? Sejajar tidak (dengan nelayan)?," katanya, sembari menambahkan pada awalnya bantuan dari tengkulak memang seperti menguntungkan, namun akhirnya justru menjerat nelayan.
Menurut dia, jika selama ini banyak nelayan mencari modal usaha kepada tengkulak alasannya memang tidak ada pilihan lain karena mereka kesulitan mengakses kredit di perbankan.
Chandra Motik menyatakan, kalau pemerintah melalui perbankan menyediakan dana tanpa agunan yang bisa diakses nelayan, maka mereka tidak akan ke tengkulak yang menetapkan bunga pinjaman 10 persen.
Pada kesempatan tersebut, pengurus HNSI Pusat maupun sejumlah HNSI DPD mempertanyakan kapasitas Sumyaryo yang menghadap Wapres dengan mengatasnamakan HNSI karena kepengurusan mereka dinilai ilegal. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008