Indonesia akan kembali ke masa 1998, dimana kapal berbendera asing menguasai laut Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan

Banjarmasin (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Banjarmasin Moch Nurdin mengatakan pihaknya mendukung keputusan DPP INSA yang menolak rencana revisi Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran terutama terkait revisi asas cabotage atau hak eksklusif kegiatan angkutan barang dan orang dalam negeri oleh perusahaan angkutan laut nasional.

Menurut Nurdin di Banjarmasin Jumat, pihaknya menolak adanya usulan untuk membuka kran investasi asing hingga 100 persen pada usaha angkutan multimoda, karena akan menodai kebijakan asas cabotage di sektor angkutan laut nasional.

"Asas cabotage telah mampu menjaga kedaulatan negara pada aspek keamanan dan pertahanan," katanya.

Baca juga: INSA minta aturan turunan UU Pelayaran dibuat dulu sebelum direvisi

Menurut dia, asas cabotage adalah prinsip yang memberi hak eksklusif kegiatan angkutan barang dan orang dalam negeri oleh perusahaan angkutan laut nasional, dengan menggunakan bendera Merah Putih serta awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

"Bila asas cabotage tersebut dicabut, dikhawatirkan Indonesia akan kembali ke masa 1998, dimana kapal berbendera asing menguasai laut Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan," katanya.

Menurut Nurdian, sebelum diterapkannya asas cabotage, armada angkutan batu bara maupun barang lainnya di Kalsel dikuasai oleh kapal berbendera asing.

Hal itu terjadi, karena adanya jaringan dari perusahaan importir dari berbagai negara, yang mewajibkan eksportir menggunakan kapal yang telah masuk jaringan mereka. Kondisi tersebut, membuat perusahaan pelayaran nasional sulit untuk bersaing, apalagi kapal-kapal asing yang masuk adalah kapal dengan kapasitas mesin yang besar.

Baca juga: WIMA Ina berharap asas cabotage dipertahankan
Baca juga: Industri Pelayaran Desak Pemerintah Terapkan "Cabotage"

"Perusahaan pelayaran nasional tidak bisa bersaing, karena perusahaan asing sudah memiliki jaringan cukup kuat dengan perusahaan penerima barang," katanya.

Sehingga, tambah dia, bila asas yang telah melindungi perusahaan pelayaran nasional tersebut dicabut, dikhawatirkan akan mematikan perusahaan pelayaran nasional.

"Kami telah menerima semacam formulir atau uji petik dari Kementerian Perhubungan Laut, yang berisi tentang pendapat terkait masalah cabotage, tapi tidak kami isi, karena seluruh keputusan kami serahkan ke DPP INSA," katanya.

Intinya, tambah dia, apa yang menjadi keputusan DPP INSA, DPC mendukung, termasuk keputusan menolak revisi cabotage.

Saat ini, jumlah anggota INSA Kalsel sebanyak 70 perusahaan dan masih ada beberapa perusahaan yang diluar INSA.

Seluruh perusahaan tersebut, dikhawatirkan akan terkena dampak bila revisi cabotage tersebut, benar-benar dilaksanakan.

Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Banjarmasin Efendi Nurifansyah mengatakan, sangat berharap keputusan untuk kembali membuka kran pelayaran asing, ditinjau ulang.

Menurut dia, rencana pencabutan cabotage akan banyak mempengaruhi pelaku usaha pelayaran nasional.

"Pemerintah harus benar-benar melihat dampaknya, jangan sampai keputusan yang diambil mengakibatkan pelaku usaha lokal semakin tidak baik, apalagi kondisi ekonomi sedang lemah," katanya.

Termasuk usaha perhubungan air, juga sangat rentan terhadap pengaruh ekonomi nasional, ditambah masuknya kapal pelayaran asing, dikhawatirkan akan semakin memperburuk kondisi perusahaan pelayaran nasional.

Baca juga: Menhub kaji datangkan maskapai asing asal tak langgar "cabotage"
Baca juga: INSA berharap pemerintah pertahankan asas cabotage

Pewarta: Ulul Maskuriah/Latif Thohir
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019